slidegossip.com - Seorang wanita cantik bernama Monika menjadi korban 'pengantin pesanan' yang terkait dengan kasus perdagangan orang tahun 2019 lalu. Wanita berusia 24 tahun itu tinggal di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Seperti dilansir dari merdeka.com (23/6/2019), kisah Monika berawal saat ia diiming-imingi oleh mak comblang atau perantara pencari jodoh. Monika ditawari untuk menikah dengan pria asal Tiongkok melalui kedua temannya yang baru dikenal.
Mak comblang tersebut ada tiga orang, masing-masing berasal dari Jakarta, Singkawang dan Pontianak. Mereka semua perempuan. Mereka menawarkan pernikahan kepada Monika dengan pria Tiongkok yang bekerja sebagai tukang bangunan bergaji besar.
Monika pun dipertemukan dengan calon suami bersama mak comblang. Namun, Monika sempat curiga lantaran foto terkait pernikahannya nanti tak boleh diunggah ke media sosial oleh mak comblang. "Mereka bilang pas foto itu kamu jangan ke media foto, kita nanti ketahuan polisi bahaya," kata Monika saat mengadu di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Minggu (23/6/2019).
Para mak comblang itu terus meyakinkan Monika bahwa dirinya aman lantaran pernikahannya resmi. Ia juga bisa mengabarkan para mak comblang bila terjadi apa-apa. "Kalau kamu enggak betah bisa telepon, saya pulangkan kamu. Dia bilang gitu," ungkapnya.
Monika pun terbuai, dan akhirnya menerima pria yang ditawarkan. Ia berangkat ke Tiongkok sejak September 2018 lalu dengan harapan kehidupannya yang kurang mampu bersama keluarga bisa teratasi. "Karena iming iming uang. Nanti di sana dibeliin emas nanti kirim orangtua pasti ada gitu kamu berkecukupan," kata Monica meniru ucapan mak comblang.
Singkat cerita, sekitar 10 bulan tinggal di Tiongkok, Monika mulai merasa tak betah tinggal bersama suami dan keluarganya. Perilaku kekerasan dan pelecehan seksual mulai dialaminya. Monika bercerita, pernah diajak berhubungan intim bersama suami. Namun, ajakan itu ia tolak lantaran sedang sakit dan menstruasi.
Namun suaminya tak percaya. Hingga mertua Monica sempat meminta ia melepaskan pakaian dan membuktikan bahwa dirinya sedang datang bulan. Monika juga mengaku pernah mengalami kekerasan. Punggungnya pernah dipukul oleh sang suami. Dia mengungkapkan, ada juga temannya yang menjadi pengantin pesanan mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Monika mulai sadar kalau dirinya sudah menjadi korban perdagangan manusia. Ia segera menelepon para mak comblang untuk menceritakan pengalamannya dan meminta pulang ke Indonesia. Tetapi, mereka hilang tanpa kabar. "Makcomblangnya enggak ada semua, enggak ada kabar, enggak aktif semua nomornya. Kamu nanti mau pulang bisa telepon ini saja nanti, nyatanya enggak ada bohong semua," tuturnya.
Akhirnya, Monika kabur dari rumah suaminya yang tinggal di kawasan pegunungan tersebut. Diam-diam, ia keluar rumah dengan menyetop bus menuju terminal Wuji. Kemudian transit menggunakan taksi menuju kantor polisi di Hebei.
Setibanya di kantor polisi, Monika malah diinterogasi terkait keberadaannya di Tiongkok. Dia pun meminta polisi menghubungi KBRI Indonesia supaya bisa dipulangkan. Namun, ia tak bisa pulang lantaran paspor miliknya masih di tangan suami.
Polisi kemudian meminta paspor miliknya kepada keluarga. Selama menunggu datangnya paspor, Monika malah dipenjara selama tiga hari tanpa mendapat makanan. Setelah dihubungi dan dipaksa pihak kepolisian, keluarga suaminya akhirnya memberikan paspor tersebut.
Hari ketiga di penjara, kakak suaminya memberikan paspor tersebut kepada Monika. Iparnya itu menjemputnya dari kantor polisi dan diajak ke sebuah apartemen di kota Wuhan. Namun, Monika malah ditahan di apartemen dan diminta mengembalikan uang sebesar Rp 100 juta rupiah oleh kakak iparnya sebagai ganti rugi.
Monika kembali berniat melarikan diri dari apartemen tersebut. Beruntung, ia bisa bertemu dan berkenalan dengan sejumlah mahasiswa asal Indonesia yang membantunya kabur pulang ke tanah air tanpa sepengetahuan iparnya. Monika diminta menuju kampus untuk melarikan diri.
"Saya melakukan komunikasi (sama mahasiswa Indonesia) hari apa mau kabur. Kalau mau kabur langsung di depan kampus aja gitu (kata mahasiswa). Jadi saya beranikan diri buat kabur dari apartemen itu dari lantai 31 kan saya beranikan diri untuk turun saya setop taksi," ungkapnya.
Kaburnya Monika berjalan mulus. Setibanya di kampus, Ia dijemput oleh para mahasiswa tersebut dan diajak ke sebuah hotel. Di hotel itu ada mahasiswa lain yang siap membantunya mengurus tiket dan mengantar ke bandara untuk kembali ke Indonesia. Akhirnya, Monika tiba di tanah air pada Sabtu, 22 Juni 2019 dengan selamat.
"Mereka antar ke bandara, terus mahasiswa itu yang urus tiket. Saya kan enggak ngerti di situ. Dia titipkan saya ke dua orang temannya lagi untuk bantu saya selama di pesawat, saya diiringi dua orang temannya tadi. sampai Indonesia itu saya sudah pisah sama temannya sampai saya di bandara," pungkas Monika.