Ilustrasi korban perkosaan (suara.com)
slidegossip.com - Miris sekali nasib perempuan yang jadi korban perkosaan bergilir ini. Perempuan berusia 22 tahun itu diperkosa secara bergilir oleh empat pria. Namun ironisnya, perempuan yang seharusnya menjadi korban dan mendapatkan keadilan itu malah dipenjara.
Seperti dilansir dari suara.com (18/7/2020), perempuan korban pemerkosaan di India itu dijebloskan ke penjara dengan alasan berkelakuan buruk selama persidangan. Korban dinilai menganggu persidangan saat memberikan keterangan dengan dibantu oleh dua pekerja sosial.
Pengadilan Bihar kemudian menjebloskan korban beserta kedua pekerja sosial ke penjara atas perilakunya yang dinilai menganggu proses peradilan. Kasus bermula ketika korban menemani kenalannya untuk belajar mengendarai sepeda motor pada tanggal 6 Juli 2020 lalu.
Tiba-tiba saja, ia ditangkap oleh empat pemuda dan diperkosa secara bergilir. Hari berikutnya korban mendaftarkan kasus pemerkosaan yang dialaminya ke kantor polisi setempat. Hingga pada 10 Juli, korban dengan ditemani dua pekeja sosial dari Jan Jagaran Shakti Sangathan menghadiri persidangan.
Namun sayangnya, dua perempuan pekerja sosial yang berasal dari organisasi non pemerintah (NGO) dengan fokus mendampingi warga tak mampu ini tak diizinkan menemani korban selama persidangan. Tanpa didampingi, korban lantas menolak untuk menandatangi transkrip pernyataan dan meminta agar dua pekerja sosial diizinkan membaca pernyataannya terlebih dulu.
Tetapi pengadilan malah menolak permintaan tersebut dengan alasan pembatasan hukum yang kemudian menyebabkan pertengkaran di persidangan. Selanjutnya, majelis hakim memerintahkan pendaftaran kasus terhadap ketiganya setelah mereka ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
"Kami merasa kebingungan di pengadilan. Alih-alih melihat kondisi mental korban dan para pendampingnya, mereka (justru) dikirim ke penjara," ujar Ashish Ranjan Jha, sekretaris Jan Jagaran Shakti Sangathan.
"Haruskah pengadu dikirim ke penjara karena dia tidak tahu bagaimana berbicara dengan tepat?," tanya Jha. Ia juga menyebut hal itu sebagai ketidakadilan dalam penangkapan aktivis perempuan. Menurutnya, pengadilan salah mengartikan kegugupan korban sebagai gangguan dalam proses pengadilan.
Padahal, korban gugup karena ia ditekan untuk menceritakan apa yang ia alami secara berulang-ulang. Pengadilan akhirnya memberikan korban jaminan pembebasan usai para pengacara dan aktivis di negara tersebut menyatakan keprihatinan atas kasus ini.
Pengacara dan aktivitis juga mendesak pengadilan untuk membebaskan dua pekerja sosial itu, namun hakim menolak permintaan ini. "Dia (korban) diberikan jaminan oleh pengadilan tetapi teman-teman pendampingnya ditolak (jaminan pembebasan yang sama)," ujar Jha.