slidegossip.com - Kisah pilu dialami oleh remaja 16 tahun yang diperkosa dalam keadaan fly akibat pengaruh obat, secara bergilir oleh 8 pria. Ironisnya, salah satu dari pelaku pemerkosaan tersebut adalah kekasihnya sendiri.
Ilustrasi remaja diperkosa (tempo.co)
Seperti dilansir dari merdeka.com (25/6/2020), sebelum melakukan perbuatan bejatnya, para pelaku sudah terlebih dulu mencekoki gadis malang berinisial OR itu dengan obat yang membuatnya fly. Peristiwa memilukan itu berawal dari perkenalan tidak sengaja antara korban dengan salah satu pelaku di media sosial. Tak butuh lama, keduanya memutuskan untuk berpacaran pada bulan April lalu.
Di bulan yang sama, FF, pacar sekaligus salah satu pelaku mengajak korban untuk bertemu. Keduanya pun sepakat bertemu di tanggal 9 April 2020. Pada hari itu, FF menjemput OR. Keduanya berjalan menuju Desa Cihuni, Pagedangan, Tangerang menuju rumah rekan FF berinisial SU, yang juga menjadi pelaku pemerkosaan dalam kasus tersebut.
"Korban kemudian dijemput di gang dekat rumahnya di Serpong Utara pada malam hari sekitar pukul 21.00 WIB dan dibawa ke Tempat Kejadian Perkara di Desa Cihuni, Kabupaten Tangerang," terang Kanit Reskrim Polsek Pagedangan, Ipda Margana.
Di tempat itulah OR menjadi korban kejahatan sang pacar dan rekan-rekan kekasihnya. FF rupanya sudah merencanakan niat jahatnya terhadap korban. Rencana itu kemudian dia matangkan bersama tujuh rekannya yang lain. Semuanya saat ini sudah menjadi tersangka. "Memang sudah merencanakan, makanya dia (FF) sudah kontak teman-temanya bisa dipakai," ungkap Margana.
FF dan OR tiba di rumah S alias K. Di rumah tersebut juga ada adik S, SU alias Jisung. OR kemudian diperkenalkan ke rekan-rekan FF. "Di hari pertama pertemuan itu, korban juga sudah dicekoki pelaku dengan pil Hexymer berjumlah tiga butir," katanya.
Kakak beradik S dan SU seolah tak merasa khawatir atas niat jahat mereka bersama rekan-rekannya yang lain saat memperkosa OR akan dicurigai warga, karena di rumah itu juga ada orangtua, istri dan anak S.
FF pun sengaja tak mengajak OR untuk pulang meski hari telah larut. Justru ia tega memerkosa kekasihnya dan turut mengajak teman-temannya yang lain yakni SU alias Jisung, DE, AN, RI, DR, D dan S alias K pada Jumat (10/6/2020) dini hari pukul 01.00 WIB.
"Di rumah tempat para pelaku melakukan aksinya itu, juga diketahui ada orang tua pelaku dan istri serta anak-anak dari tersangka S alias K. Mungkin sudah tidur, karena dilakukan di atas pukul 01.00 WIB. Dua kejadian itu sama-sama dilakukan pada jam segitu. Kemudian dia dibuat fly dan diperkosa oleh pacarnya dulu, kemudian yang lain secara bergiliran," terang Margana lagi.
Setelah melakukan perbuatan keji bersama teman-temannya, FF dengan santai mengantar OR pulang kembali ke rumahnya pada dini hari itu juga. Mirisnya, peristiwa serupa kembali terjadi pada tanggal 18 April lalu. Kejahatan 8 pria itu terbongkar saat keluarga merasa aneh dengan perubahan yang terjadi pada diri OR setelah tanggal 18 April, atau kejadian pemerkosaan yang kedua. OR jatuh sakit dan bicaranya tak karuan.
"Kemudian setelah tanggal 18 April, korban sakit dan tidak bisa melakukan aktivitas dengan gejala suka ngomong sendiri, pelo, cadel dan tetap dirawat di rumah. Oleh keluarga dikira gangguan mental maka dibawa ke RS Jiwa Dharma Graha Serpong," kata Ipda Margana.
Namun sebelum dibawa ke RS khusus Jiwa di kawasan Serpong, korban sempat bercerita kepada keluarganya tentang peristiwa pilu yang dialaminya. Yakni menjadi korban pemerkosaan kelompok pemuda di Desa Cihuni.
"Korban sendiri sudah cerita ke keluarganya, ke nenek dan bibi korban bahwa dia mengalami kejadian itu tanggal 18 April. Dan di RS Jiwa Graha Serpong, dia ditanyai suster dan dia menjelaskan bahwa dia diperkosa oleh 8 orang," ujar dia.
Setelah beberapa saat menjalani perawatan di RSJ di kawasan Serpong, kepada keluarga kemudian disarankan agar korban di rawat di rumah sakit umum. Permintaan itu disampaikan pada tanggal 26 Mei lalu. Namun akhirnya, korban dibawa pulang oleh keluarga pada tanggal 9 Juni lalu. "Kemudian di rumah tanggal 11 Juni korban meninggal," ujar Ipda Margana.
Setelah beberapa saat menjalani perawatan di RSJ di kawasan Serpong, kepada keluarga kemudian disarankan agar korban di rawat di rumah sakit umum. Permintaan itu disampaikan pada tanggal 26 Mei lalu. Namun akhirnya, korban dibawa pulang oleh keluarga pada tanggal 9 Juni lalu. "Kemudian di rumah tanggal 11 Juni korban meninggal," ujar Ipda Margana.
Rohim, paman korban bercerita, sebelum mengembuskan napas terakhir, kondisi kesehatan OR sangat menurun. Gadis putus sekolah itu berkali-kali tak sadarkan diri dan sering mengeluh sesak di bagian dada dan tubuhnya terasa panas. "Kondisinya semakin menurun dan akhirnya meninggal Kamis, (11/6) kemarin sekitar jam 01.45 WIB. Di rumah kontrakan yang kami huni," jelas Rohim.
"Waktu itu saya dikabarin dari bapaknya, kondisinya sudah begitu, sempat muntah-muntah, kejang-kejang juga. Sampai kontrakan di sini, memang kelihatannya syok banget, badannya lemes. Kita sempat rawat ke rumah sakit rehabilitasi, tapi begitu pulang kambuh lagi, jalan saja dia engga kuat. Sebelumnya dia sehat-sehat saja, engga pernah terlihat seperti," lanjut Rohim.
Keluarga semula hendak melaporkan kejadian tersebut kepada pihak Kepolisian. Namun karena pihak keluarga pacar OR datang ke rumah dan berjanji akan bertanggung jawab, akhirnya niat melapor tersebut dibatalkan. "Waktu itu datang ke rumah dari keluarga pacarnya, katanya mau tanggung jawab. Jadi kalau OR sudah sembuh, mau dinikahkan, keluarganya juga mau bertanggung jawab dan membantu biaya berobat ke rumah sakit," terang Rohim.
Pelaku ternyata benar-benar licik menyembunyikan aksi jahatnya dari kepolisian. Selain mencoba berdamai dengan keluarga korban, saat ditangkap kepolisian pun memberikan keterangan berbeda. Kepada keluarga korban, pelaku mengaku memberikan uang sebagai kompensasi biaya perawatan korban di RS. Pelaku berpatungan senilai Rp12 juta.
"Damai, karena mereka ada kesepakatan memberikan ganti pengobatan. Saya tidak tahu kapan itu. Kita hanya mendapat informasi dan menyimpan bukti surat pernyataan. Bukti itu, menyatakan ada peristiwa itu," ungkap Margana.
Mereka juga membuat surat pertanyaan, di mana dalam surat pernyataan itu pelaku meminta keluarga korban agar tidak ada penuntutan hukum atas kejadian tersebut. "Pernyataan tidak menuntut, ditandatangani oleh orang tua FF dan orang tua korban. Kesepakatannya si FF mau menikahi korban kalau korban sembuh, karena keluarganya diyakini kalau mereka berpacaran. Dan keluarga memercayainya. Dan benar ada patungan Rp12 juta untuk pengobatan korban," ungkap Margana.
Namun rupanya mereka juga berkonspirasi bila tertangkap kepolisian akan mengaku kalau korban minta dibayar Rp100.000 sebelum aksi bejat itu dilakukan. Tujuannya, tentu saja agar mereka bisa bebas dari jerat hukum. "Mereka berkonspirasi. Jadi seolah-olah kalau nanti ditangkap polisi, mengakunya kita bayar 100 ribu. Harapannya, para pelaku terbebas dari jerat hukum," ujar Margana.
Saat ini, tujuh dari delapan pelaku pemerkosaan itu sudah ditangkap. Mereka juga telah menjalani rekonstruksi dengan total 40 adegan yang diperankan. Akibat perbuatannya, para pelaku diganjar dengan pasal perlindungan anak. "Sementara kita masih jerat Undang-undang kriminal anak, sementara itu dulu. Kemudian penyebab meninggal dan sebagainya kita masih menunggu dari forensik dan puslabfor," kata Kapolsek Pagedangan, AKP Efri, di Mapolsek Pagedangan.