slidegossip.com - Baru-baru ini tersiar kabar bahwa gugatan perceraian jumlahnya semakin membludak di beberapa distrik yang ada di Xi’an, ibu kota provinsi Shaanxi di Republik Rakyat Tiongkok. Seperti dilansir dari kumparan.com (18/3/2020), meningkatnya jumlah gugatan cerai itu mulai terjadi pada tanggal 1 Maret dan mencapai puncaknya pada 4 Maret 2020.
Gugatan cerai di China makin meningkat (grid.id)
Efek corona memang sangat mempengaruhi banyak hal. Tak hanya membuat perekonomian jadi melemah, tapi juga berdampak pada meningkatnya kasus perceraian di China.
Salah seorang pejabat di kantor pendaftaran pernikahan di distrik Beilin, Xi’an, mengungkapkan dua alasan yang menyebabkan gugatan perceraian itu meningkat tajam pada periode waktu tersebut.
Pertama, dikarenakan kantor pendaftaran pernikahan tutup selama sebulan, sehingga kemungkinan terjadi penundaan permintaan gugatan cerai dan akhirnya membludak ketika kantor di buka kembali. Sedangkan alasan yang kedua, karena banyak warga yang dikarantina di rumah dalam waktu yang cukup lama, sehingga kondisi tersebut malah menimbulkan ketegangan di antara mereka. Apalagi ditambah rasa stres, panik, dan ketakutan yang akhirnya membuat pasangan jadi lebih sering bertengkar.
"Sebagai akibat dari pandemi, banyak pasangan yang telah terikat satu sama lain di rumah selama lebih dari sebulan, yang pada akhirnya menyebabkan konflik dan berujung pada perceraian," ungkap salah seorang pejabat saat diwawancarai Global Times.
Pejabat lain dari kantor pendaftaran pernikahan di distrik Yanta, Xi’an juga menyebutkan bahwa telah terjadi lonjakan gugatan perceraian selama periode awal Maret. Pejabat itu juga mengungkapkan bahwa konflik yang terjadi di rumah tangga mengakibatkan pasangan suami-istri memilih untuk bercerai secara impulsif.
“Kami menerima beberapa gugatan perceraian dan mereka kemudian menyesalinya. Karena itulah saya menyarankan untuk pasangan lebih serius dan bijaksana terhadap pernikahan mereka, agar terhindar dari penyesalan karena mengambil tindakan yang impulsif,” kata Han, seorang pejabat di kantor pemerintahan pernikahan di distrik Yanta.
Kejadian tersebut tentu saja menimbulkan teka-teki bagi para peneliti. Apakah menghabiskan waktu bersama dalam jangka waktu yang lama dalam lingkungan yang sama merupakan hal yang baik bagi pasangan, atau justru sebaliknya. Pada akhirnya, psikolog Rob Pascale dan Lou Primavera PhD, mengatakan bahwa kunci dalam pernikahan adalah saling menjaga keseimbangan.
“Seimbang itu adalah gabungan dari waktu yang kita habiskan bersama teman dan keluarga, waktu bersama pasangan, dan waktu terpisah untuk diri sendiri. Hal itu dipercaya bisa meningkatkan kualitas pernikahan,” tulis Rob Pascale dan Lou Primavera dalam sebuah artikel di Psychology Today.
Salah seorang pejabat di kantor pendaftaran pernikahan di distrik Beilin, Xi’an, mengungkapkan dua alasan yang menyebabkan gugatan perceraian itu meningkat tajam pada periode waktu tersebut.
Pertama, dikarenakan kantor pendaftaran pernikahan tutup selama sebulan, sehingga kemungkinan terjadi penundaan permintaan gugatan cerai dan akhirnya membludak ketika kantor di buka kembali. Sedangkan alasan yang kedua, karena banyak warga yang dikarantina di rumah dalam waktu yang cukup lama, sehingga kondisi tersebut malah menimbulkan ketegangan di antara mereka. Apalagi ditambah rasa stres, panik, dan ketakutan yang akhirnya membuat pasangan jadi lebih sering bertengkar.
"Sebagai akibat dari pandemi, banyak pasangan yang telah terikat satu sama lain di rumah selama lebih dari sebulan, yang pada akhirnya menyebabkan konflik dan berujung pada perceraian," ungkap salah seorang pejabat saat diwawancarai Global Times.
Pejabat lain dari kantor pendaftaran pernikahan di distrik Yanta, Xi’an juga menyebutkan bahwa telah terjadi lonjakan gugatan perceraian selama periode awal Maret. Pejabat itu juga mengungkapkan bahwa konflik yang terjadi di rumah tangga mengakibatkan pasangan suami-istri memilih untuk bercerai secara impulsif.
“Kami menerima beberapa gugatan perceraian dan mereka kemudian menyesalinya. Karena itulah saya menyarankan untuk pasangan lebih serius dan bijaksana terhadap pernikahan mereka, agar terhindar dari penyesalan karena mengambil tindakan yang impulsif,” kata Han, seorang pejabat di kantor pemerintahan pernikahan di distrik Yanta.
Kejadian tersebut tentu saja menimbulkan teka-teki bagi para peneliti. Apakah menghabiskan waktu bersama dalam jangka waktu yang lama dalam lingkungan yang sama merupakan hal yang baik bagi pasangan, atau justru sebaliknya. Pada akhirnya, psikolog Rob Pascale dan Lou Primavera PhD, mengatakan bahwa kunci dalam pernikahan adalah saling menjaga keseimbangan.
“Seimbang itu adalah gabungan dari waktu yang kita habiskan bersama teman dan keluarga, waktu bersama pasangan, dan waktu terpisah untuk diri sendiri. Hal itu dipercaya bisa meningkatkan kualitas pernikahan,” tulis Rob Pascale dan Lou Primavera dalam sebuah artikel di Psychology Today.