slidegossip.com - Berawal dari viralnya foto Ratna Sarumpaet dengan luka lebam dan bengkak-bengkak di wajahnya, Prabowo Subianto pun mendapat kiriman foto tersebut. Prabowo kemudian datang menjenguk sekaligus meminta klarifikasi dari Ratna Sarumpaet. Seperti dilansir dari lambeturah.online (16/10/2018), di hadapan Prabowo, ibunda artis Atiqah Hasiholan itu mengaku bahwa ia diculik, diseret, dikeroyok, dipukuli hingga dilempar oleh sekelompok orang dari sebuah mobil di daerah Cimahi, Bandung, Jawa Barat. Di depan Prabowo, Ratna begitu fasih menceritakan secara detail kronologi kejadian memilukan yang dialaminya, beserta tempat dan para pelakunya.
Prabowo Subianto dan Ratna Sarumpaet (foto: tribunnews.com)
Mendengar cerita pilu yang dikisahkan Ratna Sarumpaet, Prabowo pun percaya. Kenapa? Karena Prabowo menganggap Ratna adalah teman dan selama ini tak pernah punya track record kebohongan. Reputasi Ratna pun dinilai Ratna bagus. Sebagai seorang teman sekaligus pimpinan, Prabowo pun terdorong untuk memberikan pembelaan dan perlindungan buat Ratna. Prabowo langsung melakukan jumpa pers dan meminta pihak kepolisian untuk sesegera mungkin mengusut tuntas kasus yang dialami Ratna.
Apakah Prabowo salah? Tidak juga, karena setiap orang waras pasti tidak akan menyalahkan Prabowo karena beliau adalah korban, bukan pelaku. Lalu Prabowo jadi korban siapa? Korban kebohongan Ratna Sarumpaet? atau korban dari skenario besar yang ingin menghancurkan Prabowo dengan memanfaatkan Ratna? Publik pun curiga.
Kecurigaan publik masih terbilang masuk akal. Blamming the victim atau menyalahkan korban, biasanya memang melibatkan sebuah desain peristiwa yang sudah terencana dengan rapi. Coba cermati urutan peristiwanya. Prabowo dapat kiriman foto Ratna Sarumpaet yang wajahnya lebam dan bengkak (1/10/2018). Besoknya, Prabowo datang menjenguk dan meminta klarifikasi Ratna (2/10/2018). Bersama sejumlah tokoh, Prabowo mendapat cerita detail tentang kronologi peristiwa penyeretan, pemukulan, pengeroyokan dan pelemparan yang dialami Ratna Sarumpaet. Sangat dramatis. Rasa empati sebagai teman dan atasan pun seketika muncul. Prabowo konferensi pers. Menuntut polisi sebagai pihak berwajib yang harus menuntaskan kasus Ratna Sarumpaet. Sampai disini, apa ada yang salah dari Prabowo? Justru rasanya salah besar jika Prabowo hanya diam dan bersikap tak peduli dengan Ratna sebelum kebohongannya terbongkar.
Namun selang satu hari (3/10/2018), Ratna Sarumpaet malah menggelar konferensi pers. Di situ Ratna mengaku kalau dirinya telah membohongi Prabowo dan sejumlah tokoh yang tergabung dalam tim Prabowo. Kabarnya, sebelum konferensi pers, Ratna Sarumpaet mengundang tokoh-tokoh yang ada di kubu Prabowo. Namun kebetulan mereka tidak hadir, kecuali Sambo. Pertimbangannya? Tidak ingin mengkapitalisasi kasus kriminal ini ke urusan politik. Bisa dibayangkan jika Prabowo dan semua tokoh pentingnya hadir, lalu Ratna Sarumpaet mengatakan bahwa ia telah membohongi semua tokoh yang ada di situ. Habislah!
Hari di mana Ratna Sarumpaet menggelar jumpa pers, temuan polisi sudah lengkap. Semua data-data terkait peristiwa itu sudah menyebar di media sosial. Terkait CCTV, 23 rumah sakit, hasil wawancara sejumlah orang, transfer rekening, sampai dokter bedah plastik sudah dipublish. Bahkan sebelum polisi bertemu dan lakukan penyelidikan terhadap Ratna Sarumpaet. Kerja gesit polisi memang perlu diapresiasi. Keren! Namun hari itu pula, masif meme yang menyerang Ratna Sarumpaet dan Prabowo.
Kemudian, Farhat Abbas yang menjadi salah satu jubir timses Jokowi melaporkan Prabowo beserta sejumlah anggota timnya ke polisi. Totalnya ada 17 orang yang dilaporkan. Surat laporannya LP/B/1237/X/2018/BARESKIM sudah diterima polisi dengan nomor STTL/1007/X/2018/BARESKIM dengan tuduhan pidana menyebar berita bohong atau hoax. Bukan hanya itu, di hari Rabu (4/10/2018), pasangan Prabowo-Sandi juga dilaporkan ke Bawaslu oleh GNR (Garda Nasional Untuk Rakyat) dengan bukti-bukti yang lengkap. Tujuannya? Prabowo-Sandi didiskualifikasi sebagai capres dan cawapres. Rupanya hanya butuh waktu dua hari untuk membuat posisi Prabowo tersudut. Tak sulit. Publik pun jadi bertanya-tanya, ada apa ini?
Lanjutan dari rangkaian peristiwa itu membuat publik semakin curiga. Satu hari setelah jumpa pers, Ratna Sarumpaet siap untuk berangkat ke Chile (4/10/2018) untuk menghadiri acara The 11th Women Playright Internasional Conference 2018 pada tanggal 7-9 Oktober 2018. Pemberangkatan Ratna Sarumpaet ke Chile yang disponsori oleh Pemprov DKI Jakarta itu mulai dikait-kaitkan. Padahal jauh sebelum keriuhan terjadi, Ratna Sarumpaet memang sudah mengirim proposal ke DKI, tepatnya pada tanggal 31 Januari 2018. Pada tanggal 19 Februari 2018, Gubernur DKI akhirnya memberikan disposisi. Sembilan bulan sebelum kasus Ratna Sarumpaet terjadi. Rasanya cukup aneh jika gubernur DKI ikut diseret-seret. Apakah ada pihak yang sengaja ingin mengarahkan panah ke Gubernur DKI, Anies Baswedan yang sudah beritikad baik untuk membantu biaya pemberangkatan Ratna Sarumpaet? Bukankah Gubernur DKI, Anies Baswedan, memang biasa membiayai tiket bagi para seniman jika mereka mendapatkan undangan ke luar negeri? Franki Raden (ahli etnomusikologi) yang diundang pentas di Korea juga dibiayai oleh Pemprov DKI.
Rakyat pun mulai membaca ke mana sebenarnya arah dan sasaran serangan Ratna Sarumpaet. Kasus Ratna sendiri ternyata tak sesederhana yang dipikirkan Prabowo atau rakyat Indonesia. Pendukung tim lawan kemudian ada yang bilang: jenderal kok lugu?, Mantan Komandan Kopassus kok bisa dibohongi seorang nenek-nenek? Kalau mudah dibohongi, bagaimana nantinya jika sudah jadi pemimpin? Prabowo pun jadi arena bullyan.
Jika benar ada sekenario yang terencana, maka sejumlah pertanyaan pun muncul di benak rakyat Indonesia. Pertama, apakah ada sekenario untuk menjatuhkan Prabowo-Sandi? Bahkan mendiskualifikasi pencapresan Prabowo-Sandi? Kedua, adakah kasus Ratna Sarumpaet akan serius menyasar dan menyeret Pemprov DKI, khususnya Anies Baswedan? Setelah pengakuannya dapat biaya dari Pemprov DKI untuk ke Chile, apakah ini sengaja dilakukan untuk membenturkan Prabowo dengan Anies Baswedan? Ketiga, Berapa nilai dolar dibanding rupiah sekarang? Menguat atau menurun? Adakah hubungannya kasus tersebut dengan pengalihan isu?
Sudah dibohongi, lalu berani minta maaf ke publik, itu memang sikap seorang gentleman. Dalam konteks tersebut, Prabowo layak diapresiasi. Itu adalah sikap kerendahan hati seseorang yang seharusnya dimiliki oleh setiap calon pemimpin bangsa. Tapi, jika sikap rendah hati dan kejujuran Prabowo justru dijadikan momentum untuk terus mendiskriditkannya, bahkan berupaya mendiskualifikasinya, rakyat justru akan semakin memberikan empatinya. Blamming the victim akan berubah jadi dukungan masif rakyat kepada Prabowo. Ini berpotensi jadi langkah blunder bagi tim Jokowi.
Kasus Ratna Sarumpaet sudah terlanjur masuk ke ranah publik. Proses politik pun telah terjadi. Peluru telah dimuntahkan secara beruntun kepada Prabowo. Mulai dari dituduh menebar kebohongan, dilaporkan ke polisi, lalu diupayakan untuk didiskualifikasi oleh Bawaslu. Prabowo tetap diam dan memilih bertahan dari beragam serangan yang diarahkan kepadanya. Kasus Ratna Sarumpaet dengan segala dinamikanya, biarlah rakyat sendiri yang menilai, siapa pelaku dan siapa korban. Apakah rakyat akan mendukung pelaku, atau mendukung korban. Persepsi dan sikap rakyat akan jadi penentu masa depan negara ini. Termasuk masa depan mental dan moralitas bangsa ini.