slidegossip.com - Tak dipungkiri, di Indonesia ini ada beberapa koruptor kelas kakap yang tanpa rasa tega menjarah uang rakyat dalam jumlah yang sangat besar untuk kepentingannya sendiri. Indonesia memang memiliki sejarah yang kelam tentang praktik korupsi. Banyak para pelaku tindak kejahatan korupsi ini yang sudah tertangkap, tapi sayangnya banyak pula yang setelah tertangkap, malah kemudian jadi misterius, hilang entah kemana. Seringkali pula, ketika para koruptor ini sudah tertangkap, sebelum di meja hijaukan ke pengadilan, malah keburu lenyap seperti ditelan bumi.
Padahal sudah sangat jelas kalau korupsi itu adalah tindakan nyata yang amat menyengsarakan rakyat, karena uang yang dikorup itu adalah uang negara, yang artinya uang rakyat juga, yaitu uang dari rakyat untuk kesejahteraan rakyat.
Berikut ini 5 koruptor kelas kakap di Indonesia dengan jumlah uang hasil korupsi yang paling besar sepanjang sejarah :
- Nama koruptor : David Nusawijaya (Ng Tjuen Wie)
- Tempat dan tanggal lahir : Jakarta, 27 September 1961
- Jabatan terakhir : Direktur Utama Bank Umum Servitia
- Jumlah uang hasil korupsi : Rp 1,2 triliun
David Nusa Wijaya (lahir di Jakarta, pada tanggal 27 September 1961 dengan nama Ng Tjuen Wie) adalah seorang pengusaha Indonesia. Ia adalah Direktur Utama Bank Umum Servitia (BUS) pada tahun 1998-1999 dan merupakan terpidana dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) BUS sejumlah Rp. 1,291 triliun.
Pada tanggal 11 Maret 2002, Pengadilan Negeri Jakarta Barat menghukumnya tiga tahun penjara. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jakarta pada tanggal 21 Mei 2002 memvonisnya dengan hukuman empat tahun penjara, disertai denda dan pembayaran uang pengganti.
Kemudian pada tanggal 23 Juli 2003, Mahkamah Agung memvonisnya dengan hukuman penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp. 30 juta serta membayar uang pengganti sebesar Rp 1,291 triliun. Namun David Nusa Wijaya berhasil melarikan diri sebelum dieksekusi dan menjadi salah seorang 12 buronan kakap Indonesia yang berada di luar negeri. Dalam sebuah operasi yang dilakukan Biro Penyelidik Federal Amerika Serikat (FBI) pada tanggal 13 Januari 2006 di Amerika Serikat, ia berhasil ditangkap dan dikembalikan ke Indonesia empat hari kemudian.
- Nama koruptor : Andrian Kiki Ariawan
- Tempat dan tanggal lahir : Jakarta, 28 April 1944
- Jabatan terakhir : Direktur Utama PT Bank Surya
- Jumlah uang hasil korupsi : Rp 1,5 triliun
Sekitar tahun 1989 sampai 1998 bertempat di Kantor PT. Bank Surya di Jalan Thamrin Kav. 9 Jakarta Pusat, terpidana Bambang Sutrisno bersama terpidana Andrian Kiki Ariawan terbukti telah merugikan keuangan negara dengan cara memberikan persetujuan kredit kepada 166 perusahaan yang dibentuk oleh dan atau dibawah kendali Bambang Sutrisno yang tidak melakukan kegiatan operasional/paper company. Pada kasus ini, negara dirugikan hampir Rp 2 triliun.
Andrian disidangkan secara In Absentia dan tidak dapat dieksekusi badan berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor : 71/Pid/2003/PT.DKI tanggal 2 Juni 2003 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena yang bersangkutan melarikan diri ke Australia.
Akhirnya, Andrian bisa diekstradisi dari Australia ke Indonesia. Penyerahan Adrian Kiki Ariawan dari Pemerintah Australia kepada Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Escorting Officers dilaksanakan pada tanggal tanggal 22 Januari 2014 bertempat di dalam pesawat Garuda Indonesia. Dalam perjalanan dari Perth, Australia ke Indonesia, Adrian Kiki Ariawan dikawal oleh Escorting Officers yaitu AKBP Dadang Sutrasno dan AKBP Jajang Ruhyat, yang keduanya adalah perwira pada NCB INTERPOL Indonesia.
- Nama koruptor : Maria Pauline Lumowa
- Tempat dan tanggal lahir : Paleloan, 27 Juli 1958
- Jabatan terakhir : Pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia
- Jumlah uang hasil korupsi : Rp 1,7 triliun
Maria Pauline Lumowa terlibat kasus pembobolan BNI melalui L/C bodong senilai Rp 1,7 triliun yang melibatkan sejumlah bankir dan pengusaha lainnya. Kasus Pauline ini kemudian menyeret Komjen Pol. Suyitno Landung dengan tuduhan menerima suap mobil dan Brigjen Pol. Samuel Ismoko yang menerima cek dari Adrian Waworuntu, koleganya Maria Pauline. Selanjutnya Hakim Ibrahim juga ikut terseret kasus ini karena tertangkap tangan oleh petugas KPK , sesaat setelah menerima tas plastik berisi uang Rp 300 juta.
Pembobolan itu dilakukan dengan pengajuan 41 L/C, yang dilampirkan dengan delapan dokumen ekspor fiktif, yang seolah-olah perusahaan itu telah melakukan ekspor. Maria Pauline Lumowa melarikan diri ke Singapura sebelum kemudian diketahui menetap di Negeri Kincir Angin Belanda. Maria Pauline saat ini bermukim dan menjadi warga negara Belanda Pemerintah Indonesia dipastikan tidak dapat melakukan ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa. Pasalnya, ternyata Maria telah resmi menjadi warga negara Belanda.
- Nama koruptor : Eko Adi Putranto
- Tempat dan tanggal lahir : Jakarta, 09 Maret 1967
- Jabatan terakhir : Komisaris Bank BHS
- Jumlah uang hasil korupsi : Rp 2,659 triliun
Eko Adi Putranto merupakan salah satu direktur BHS. Dia adalah anak dari Hendra Rahardja pemilik BHS. Eko yang terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS, divonis dengan hukuman 20 tahun penjara dan harus membayar denda sebesar Rp 30 juta. Kasus korupsi Eko ini diduga merugikan negara mencapai Rp 2,659 triliun. Ia melarikan diri ke Singapura dan Australia. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis In Absentia 20 tahun penjara.
Modus yang dipakai dalam kejahatan korupsinya adalah dengan pemberian kredit kepada perusahaan group. Selain itu juga memberikan persetujuan untuk memberikan kredit kepada 28 lembaga pembiayaan yang ternyata merupakan rekayasa. Karena kredit tersebut oleh lembaga pembiayaan disalurkan kepada perusahaan group dengan cara dialihkan atau disalurkan dengan menerbitkan giro kepada perusahaan group, tanpa melalui proses administrasi kredit dan tidak dicatat atau dibukukan dan selanjutnya beban pembayaran lembaga pembiayaan kepada PT. BHS dihilangkan dan dialihkan kepada perusahaan group.
Eko Adi Putranto disidangkan secara In Absentia, tidak dapat di eksekusi badan sesuai putusan pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor : 125/PID/2002/PT. DKI tanggal 8 Nopember 2002 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena terpidana melarikan diri. Posisi akhir berada di Australia Barat.
- Nama koruptor : Eddy Tansil (Tan Tjoe Hong)
- Tempat dan tanggal lahir : Makassar, Sulawesi Selatan, 2 Februari 1953
- Jabatan terakhir : Pemilik Golden Key Group
- Jumlah uang hasil korupsi : Rp 9 triliun
Eddy Tansil atau Tan Tjoe Hong atau Tan Tju Fuan adalah seorang pengusaha Indonesia keturunan Tionghoa yang melarikan diri dari penjara Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta, pada tanggal 4 Mei 1996 saat tengah menjalani hukuman 20 tahun penjara karena terbukti menggelapkan uang sebesar 565 juta dolar Amerika (sekitar 1,5 triliun rupiah dengan kurs saat itu) yang didapatnya melalui kredit Bank Bapindo melalui grup perusahaan Golden Key Group.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Eddy Tansil 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta, membayar uang pengganti Rp 500 miliar, dan membayar kerugian negara Rp 1,3 triliun. Sekitar 20-an petugas penjara Cipinang akhirnya diperiksa atas dasar kecurigaan bahwa mereka membantu Eddy Tansil untuk melarikan diri. Sebuah LSM pengawas anti-korupsi, Gempita, memberitakan bahwa pada tahun 1999, Eddy Tansil ternyata tengah menjalankan bisnis pabrik bir di bawah lisensi perusahaan bir Jerman, Becks Beer Company, di kota Pu Tian, di provinsi Fujian, China.
Pada tanggal 29 Oktober 2007, sebuah tim gabungan dari Kejaksaan Agung, Departemen Hukum dan HAM, dan Polri, telah menyatakan bahwa mereka akan segera memburu Eddy Tansil. Keputusan ini terutama didasari adanya bukti dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) bahwa buronan tersebut pernah melakukan transfer uang ke Indonesia satu tahun sebelumnya. Akhir tahun 2013, Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa Eddy Tansil telah terlacak keberadaannya di China sejak tahun 2011 dan permohonan ekstradisi telah diajukan kepada pemerintah China. (foto: semipedia)