slidegossip.com - Sosok pemuda tampan bernama Guiliano Marthino Lio atau Martino Lio, belakangan mulai mendapat banyak sorotan setelah terpilih menjadi rekan duet Melly Goeslaw dan Anto Hoed untuk lagu soundtrack film 'Ada Apa dengan Cinta? 2 (AADC 2)'. Marthino Lio yang lahir di Surabaya, tanggal 26 Januari 1989 ini ternyata selain tampan dan casual, juga punya wawasan cukup luas dalam bidang budaya. Hal itu merupakan dampak dari masa pertumbuhannya yang sering berpindah tempat tinggal. Tak heran jika banyak yang ingin tahu tentang profil dan biodata lengkap Marthino Lio, tanggal lahir Marthino Lio, tinggi badan Marthino Lio, agama Marthino Lio dan semua tentang kehidupan penyanyi Marthino Lio.
"Seringnya kita pindah-pindah ngasih efek sama gue. Efeknya kita jadi kaya akan budaya. Gue pernah tinggal di Bogor, belajar karapitan. Terus waktu di Surabaya belajar aksara Jawa. Jadi tahu banyak hal, dan itu baru di Pulau Jawa, belum nyebrang (pulau). Selain itu, punya banyak teman, belajar banyak kultur, bisa memposisikan diri kita sebagai mereka," jelas Martino Lio yang juga mahir berbahasa Sunda ini.
Ketertarikan terhadap seni dan budaya khas Indonesia juga diteruskannya hingga kini. Marthino Lio juga bercerita sempat merasakan tinggal di Kalimantan selama dua bulan. Saat itu ia tengah terlibat dalam pembuatan film indie berjudul 'Pertemuan' di tahun 2012. Selain merasakan pengalaman keseharian suku Dayak, di sana ia juga mendapat oleh-oleh berupa tato dari kepala suku Dayak.
"Ini tato bunga terong. Biji bunga terong ini kalau dilempar kemana aja, asal kena air dia akan tumbuh. Jadi kemana aja kamu pergi, kamu pasti hidup tapi terserah kamu, kamu mau berbuah atau nggak," ucap aktor dan penyanyi yang terlibat dalam film musikal 'The Players' bersama aktor senior Tio Pakusadewo ini.
Selain tinggal di berbagai tempat yang berbeda di Indonesia, Martino Lio juga pernah tinggal selama sekitar lima tahun di Amerika Serikat. Ia mengatakan tinggal di Amerika tidaklah seindah yang dibayangkan banyak orang. Malah saat kecil ia kerap mengalami kekerasan di lingkungannya.
"Di Amerika, gue tinggal di daerah bahaya. Dulu, gue sama kakak gue sering dipukulin sepulang sekolah sama orang-orang Filipina, Meksiko. Itu tuh dipukulin terus setiap pulang waktu SD," kenangnya.
"Terus pernah juga ada clash antara orang keturunan Taiwan dan orang Korea, soalnya di daerah kita justru orang Asia yang paling ditakuti. Itu sampai ada baku tembak. Orang-orang ngiranya di Amrik enak, ah lo nggak tau aja," lanjut Lio sembari tertawa.
Marthino Lio mengungkapkan, seringnya ia berpindah tempat tinggal sangat memberi manfaat untuk profesinya sebagai aktor. Dari pengalaman itu, ia terlatih untuk mempelajari manusia dan belajar bagaimana menjadi seorang manusia.
"Akting ini bagi gue merupakan sebuah proses bagaimana manusia bisa menjadi lebih manusia dari pada manusia itu sendiri. Karena akting tuh kaya pisau bermata dua, kita bisa nyayat dia, tapi kita juga harus bisa menyayat kita sesuai dengan kita menyayat dia. Jadi bener-bener dalem esensinya, bukan hanya di permukaan," ujarnya.
Diawal karier-nya, Marthino Lio sempat menjadi cover boy untuk sebuah majalah di tahun 2004. Beberapa tahun kemudian, namanya mulai dikenal dan terpilih untuk membintangi sebuah film garapan sutradara Malaysia berjudul 'Sayang You Can Dance'.
Martino Lio memang pemuda yang sangat bertalenta. Sinetron dan film sudah ia jajaki, langkah selanjutnya adalah melebarkan sayap dengan menjamah dunia tarik suara. Ketika dikorek lebih dalam, ternyata memang Guiliano Marthino Lio ini sangat menggemari dunia seni dan semua dipelajarinya secara autodidak.
Kisah Marthino Lio Yang Punya Indera Keenam
Suatu hari pada bulan April 2015, asisten rumah tangga (ART) yang biasa membantu di kediaman keluarga Ignatius Tommy Pratomo datang pukul 10. Salah satu putra Tommy, Guilano Marthino Lio merasa curiga. Suara ART pagi itu terdengar tidak lazim. Lio memilih diam sembari menanti ayah dan ibu pulang.
Jelang malam, orang tua Lio mengajak anak-anaknya berdoa bersama. Saat itulah, sang ART gerah. Marthino Lio yang dianugerahi indra keenam mendengar suara perempuan tertawa. "Perempuan tak terlihat itu tertawa. Hi hi hi hi. Seketika itu juga saya mengambil pisau sambil berteriak: 'Di mana lo! Sini lo!" cerita Marthino Lio.
Marthino Lio dan keluarga menerima warisan bakat indera keenam dari generasi sebelumnya. Bakat itu dirasakannya sejak berusia empat tahun. Lio ingat betul, suatu malam ia tertidur lelap di kamar. Jarum jam mengarah ke angka dua dini hari. Pintu kamar Lio terbuka perlahan.
Lalu, wajah seorang nenek renta keturunan Belanda muncul dari balik pintu, tersenyum sembari melambaikan tangan. Marthino Lio kecil takut bukan kepalang. Nenek itu membuntuti ke mana pun Lio pergi. Sadar cucunya hidup dalam bayang-bayang rasa takut, sebelum meninggal nenek Lio memutuskan menutup mata Lio yang peka. Marthino Lio berdoa, mohon pertolongan Tuhan, lalu mengusap mata Lio. Sejak itu, nenek Belanda tidak lagi menyapa atau membuntuti Lio.
Namun konsekuensinya, sensitivitas mata Lio berpindah ke indera pendengar. Telinga Martino Lio lebih bising jika ada suara dari alam lain mendekat. Beranjak dewasa, Lio tidak lagi menganggap roh halus sebagai ancaman.
"Saya tidak takut setan. Waktu kecil saya memang penakut. Kalau melihat setan, saya bisa menggigil dan mandi keringat," lanjut pemain sinetron 'Malin Kundang 2' ini.
Pengalaman paling mengerikan bagi Marthino Lio adalah ketika syuting sinetron 'Pengen Jadi Bintang' di sebuah sekolah di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, bersama Vicky Nitinegoro dan Dwi Andhika. Tiba-tiba saja ada genset meledak. Beruntung, ledakan itu tidak sampai melukai kru dan pemain. Lio merasa ada yang tidak wajar dengan insiden itu. Ia lantas mendekati penjaga sekolah dan menanyakan sebabnya.
"Jadi, pembawa genset kencing di sebuah pohon besar. Ternyata, penghuni pohon itu mengamuk. Ia menyerang genset. Syuting ditunda tiga jam sampai genset berikutnya datang," kenangnya.