slidegossip.com - Saat melakukan kunjungan ke Tobasa, Sumatera Utara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai mengenakan kostum yang salah dan mempermalukan dirinya sebagai seorang Presiden. Apa sebabnya? Untuk melengkapi baju yang dipakainya, Jokowi diberikan ikat kepala yang menjadi simbol Raja Batak. Namun bukannya memberikan penghormatan, justru sebaliknya, dia terlihat konyol karena tampak seperti memakai wig (rambut palsu).
Kesannya, jika dilihat dari jauh, Jokowi terlihat seperti ubanan berambut panjang, hingga menjadi bahan lelucon dalam media sosial. Kontan saja desainer kostum ini dikritik habis-habisan di media sosial yang menyebutnya memakai kostum kontemporer, bukan kostum adat Batak yang telah menjadi warisan turun-temurun.
"Hahaha. Mungkin dimaksud agar lucu, ya tertawa tadi melihat banyak hal. Saya melihat Presiden seperti ubanan rambut panjang," tulis seorang netizen dalam akun Facebooknya.
"Semoga bapak presiden tidak tau bahwa ini tali tali kontemporer modelnya, atau sudah mendengar langsung dari kuratornya sehingga diterima digunakan. Yang saya heran, kelapa pak Luhut Panjaitan pake talitali dengan sebenarnya ya..," ujar yang lainnya heran.
"Hahaaaa...kesalah dr EO yg mempercayakan kepada pihak FEMINA utk menunjuk fesyen desainer tanpa melihat rekam jejak mungkin karena group atau suka dan tidak suka," komentar yang lain.
Merdi Sihombing, desainer Indonesia yang kerap menggunakan bahan tenun seperti kain ulos sebagai karyanya menjelaskan kronologi penggunaan motif pakaian yang digunakan Presidan. Dia sempat dihubungi panitia 10 hari sebelum kunjungan Jokowi ke Sumatera Utara.
"10 hari sblum hari H saya dihubungi pihak majalah Femina, mereka minta saya untuk membuat desain khusus buat 7 menteri," jelasnya.
"Setelah kami bertemu (saya, Femina dan EO) diskusi pun dilakukan dan menurut saya permintaan dari mereka tidak sesuai dengan visi dan misi yang kami lakukan terhadap pengembangan kain2 tenun khas BATAK (Toba, Pakpak, Simalungun, Karo, Sipirok)." tulis Merdi di dalam akun Facebooknya.
Selanjutnya, pada esok harinya Merdi mengaku bertemu dengan panitia bernama Jay selaku ketua kordinator karnaval di Hotel Dharmawangsa, Jakarta. "Dari dia saya mengetahui bahwa FEMINA menunjuk Edward Hutabarat untuk mendandani Presiden dan ibu negara."
"Dengan beberapa pertimbangan kami menawarkan apakah bisa kolaborasi saya dengan Edo (saya yang buat tekstilnya, edo untuk fashionnya.) dengan pertimbangan selama ini Edo jarang bahkan tidak berbuat Comunity Development para penenun Ulos."
"Tapi rupanya kami tidak dipercaya untuk tugas negara..dan bersikap positif adalah langkah yang tepat..kami tidak menerima tawaran kerja sama untuk mendandani menteri tersebut. Tapi rupanya ada rencana lain dari Tuhan ...kami dipercaya untuk mendandani kelompok Horas Halak Hita dan Horas Halak Hita Ladies."
"Langkah yang kami lakukan adalah membawa aneka gaya TALI TALI bukan hanya dari Toba tapi dari etnis yang lain untuk dipakai oleh para pria H3 dan juga kelompok PARSANGGUL NAGANJANG lengkap dengan gaya BAJU KURUNG, SONGKET TOBA dengan hiasan benang metalik serta kristal dipadankan dengan perhiasan SIMATA GODANG."
"Kami sadar apa yang kami ketengahkan pasti akan menjadi Pro dan Kontra..tapi setidaknya sejarah budaya harus diluruskan dan dikembalikan ke tempatnya semula. Jalan masih panjang tapi paling tidak kita sudah memulainya," jelasnya panjang lebar.
Sementara itu, sebelumnya Rizaldi Rizaldi Siagian yang merupakan dosen di Universitas Sumatera Utara (USU) jurusan Etnomusikologi mengaku selama melakukan penelitian budaya Batak, ia tidak pernah melihat motif penutup kepala yang 'aneh' itu.
Bermaksud untuk menghormati Jokowi dengan memberikan kehormatan seperti raja Batak, justru panitia kedatangan presiden yang menyuguhkan gaya busana yang memalukan dan akhirnya di-bully oleh netizen. "Masa orang batak mempermalukan presidennya sendiri di rumahnya," katanya. (penulis: Fahrizal Fahmi Daulay)