slidegossip.com - Setelah menulis surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu tentang hukuman mati buat para narapidana pengguna dan pengedar narkoba di Indonesia, penyanyi Anggun C. Sasmi kembali menuliskan surat terbukanya, namun kali ini ditujukan buat para haters yang tidak menyukainya. Anggun seolah ingin mengklarifikasi kesalahpahaman yang terjadi antara dirinya dengan para haters.
Berikut ini adalah isi surat terbuka yang dibuat Anggun untuk para haters :
To the People of Indonesia.
Belakangan ini ada kontroversi tentang opini saya mengenai hukuman mati yang kebanyakan datang dari hujatan netizen di social network dan ini penjelasan saya.
Saya adalah seorang ibu, darah saya 100% Indonesia. Seorang ibu yang mencintai anaknya seperti layaknya semua ibu di Indonesia. Dan tentunya saya menolak, berperang, dan membenci Narkoba juga semua pihak yang membantu membuat atau menjualnya. Narkoba adalah musuh manusia yang menghancurkan hidup dan memecahkan keluarga. Narkoba memperkayai mafia juga orang yang gemar korupsi di belakang kepedihan orang-orang kecil. Tentu saja saya berdiri di sisi korban dan di sisi semua orang yang membenci Narkoba. Mereka yang membuat dan menjual racun Narkoba harus diadili dan harus diberi hukuman yang seberat-beratnya di penjara.
Saya juga seorang pembela Hak Asasi Manusia. Saya bekerja sama dengan PBB sebagai Goodwill Ambassador dan dalam Universal Deklarasi Hak Asasi Manusia tertulis larangan membunuh manusia. Saya sangat percaya bahwa kita tidak bisa membasmi kriminalitas dengan membunuh orang-orang yang terlibat dalam kejahatan. Nyawa yang dibalas nyawa tidak akan mengembalikan hidup korban. Kematian bukanlah keadilan. Untuk saya, hanya Allah semata yang mempunyai hak atas hidup dan mati manusia.
Saya ingin hukuman yang setimpal dan seberat-beratnya kepada para kriminal. Saya membenci koruptor yang membantu bandar Narkoba menjalankan bisnis penjualan bahkan lewat penjara. Saya ingin adanya proyek bantuan kepada keluarga dari korban Narkoba, seperti Ibu Ephie Craze yang surat terbukanya amat dan sangat menyentuh saya.
Saya berada di posisi yang sama seperti semua ibu dan istri yang akan selalu berada di sisi korban Narkoba. Tetapi saya juga menolak hukuman mati karena tidak manusiawi dan tidak berhasil membasmikan kejahatan.
Berpendapat seperti ini bukan berarti menyangkal darah yang mengalir di nadi saya atau mempertanyakan kedaulatan Indonesia yang saya hormat dan cintai. Ini hati saya yang berbicara.
Semoga Allah memberkati.
Anggun
Pada surat terbukanya, Anggun mencoba menjelaskan jika dirinya sangat anti dan benci pada pengguna maupun pengedar narkoba seperti orang lain pada umumnya. Namun tetap saja menurutnya hukuman mati bukanlah cara yang tepat untuk menghakimi para kriminal itu.
Belakangan ini ada kontroversi tentang opini saya mengenai hukuman mati yang kebanyakan datang dari hujatan netizen di social network dan ini penjelasan saya.
Saya adalah seorang ibu, darah saya 100% Indonesia. Seorang ibu yang mencintai anaknya seperti layaknya semua ibu di Indonesia. Dan tentunya saya menolak, berperang, dan membenci Narkoba juga semua pihak yang membantu membuat atau menjualnya. Narkoba adalah musuh manusia yang menghancurkan hidup dan memecahkan keluarga. Narkoba memperkayai mafia juga orang yang gemar korupsi di belakang kepedihan orang-orang kecil. Tentu saja saya berdiri di sisi korban dan di sisi semua orang yang membenci Narkoba. Mereka yang membuat dan menjual racun Narkoba harus diadili dan harus diberi hukuman yang seberat-beratnya di penjara.
Saya juga seorang pembela Hak Asasi Manusia. Saya bekerja sama dengan PBB sebagai Goodwill Ambassador dan dalam Universal Deklarasi Hak Asasi Manusia tertulis larangan membunuh manusia. Saya sangat percaya bahwa kita tidak bisa membasmi kriminalitas dengan membunuh orang-orang yang terlibat dalam kejahatan. Nyawa yang dibalas nyawa tidak akan mengembalikan hidup korban. Kematian bukanlah keadilan. Untuk saya, hanya Allah semata yang mempunyai hak atas hidup dan mati manusia.
Saya ingin hukuman yang setimpal dan seberat-beratnya kepada para kriminal. Saya membenci koruptor yang membantu bandar Narkoba menjalankan bisnis penjualan bahkan lewat penjara. Saya ingin adanya proyek bantuan kepada keluarga dari korban Narkoba, seperti Ibu Ephie Craze yang surat terbukanya amat dan sangat menyentuh saya.
Saya berada di posisi yang sama seperti semua ibu dan istri yang akan selalu berada di sisi korban Narkoba. Tetapi saya juga menolak hukuman mati karena tidak manusiawi dan tidak berhasil membasmikan kejahatan.
Berpendapat seperti ini bukan berarti menyangkal darah yang mengalir di nadi saya atau mempertanyakan kedaulatan Indonesia yang saya hormat dan cintai. Ini hati saya yang berbicara.
Semoga Allah memberkati.
Anggun
Pada surat terbukanya, Anggun mencoba menjelaskan jika dirinya sangat anti dan benci pada pengguna maupun pengedar narkoba seperti orang lain pada umumnya. Namun tetap saja menurutnya hukuman mati bukanlah cara yang tepat untuk menghakimi para kriminal itu.
Meski sudah dijelaskan
secara panjang lebar ternyata masih banyak yang tidak setuju dengan
sudut pandang Anggun. Kebanyakan orang malah membawa-bawa kasus TKI Indonesia
yang dihukum mati di negara lain dan juga kasus bom Bali, namun tak ada sedikitpun pembelaan
dari Anggun, seperti komentar-komentar berikut ini :
- "Kebetulan Anggun sebagai duta PBB untuk HAM, mengapa tidak bereaksi keras ketika para TKI Indonesia dihukum mati? Mereka dihukum mati untuk sesuatu hal yang kadang untuk sekedar mempertahankan diri dari perlakuan majikannya yang sangat tidak sesuai dengan HAM. So? I'm sorry i'm not respect with your writing."
- "Maaf mba.. bagaimana dengan Bali bomber? Suara mba kemana saat Amrozi cs dieksekusi? Seharusnya tidak standard ganda dalam hal ini."
- "Apakah kita pernah tulis surat yang sama kepada saudari2 kita yang pergi ke tempat yang sangat jauh dengan niat baik yaitu untuk menafkahi keluarganya..? saya rasa belum dan tidak bukan. jadi hukum adalah hukum mencoba tegas di mata dunia itu adalah itikad baik."
- "Mohon dijawab mbak anggun kemana mbak anggun dan PBB waktu TKI dihukum pancung?"
(Op)