Penelitian mengungkapkan bahwa berlama-lama menonton tayangan televisi bisa menyebabkan penyakit diabetes dan jantung. Jika seseorang menonton acara televisi selama tiga jam, itu sudah bisa meningkatkan dua kali lipat kematian dini. Profesor Miguel Martinez-Gonzalez, ketua Departemen Kesehatan Masyarakat di Universitas Navarra di Pamplona, yang memimpin penelitian, mengatakan melihat televisi adalah perilaku menetap utama dan ada kecenderungan meningkat terhadap semua.
"Temuan kami konsisten dengan berbagai penelitian sebelumnya di mana waktu yang dihabiskan menonton televisi dikaitkan dengan kematian," katanya.
Situs dailymail, Kamis (26/6/2014), memberitakan peneliti menganalisa 13.284 lulusan universitas Spanyol yang muda dan sehat, usia rata-rata 37 tahun. Yaitu untuk menyelidiki kemungkinan kaitan antara tiga jenis perilaku menetap dan risiko kematian: waktu menonton televisi, waktu menggunakan komputer dan waktu mengemudi.
Para peserta mendapat pengawasan selama sekitar delapan tahun. Mereka mencatat ada 97 kematian, yaitu 19 kematian akibat kardiovaskuler, 46 kanker dan 32 akibat penyebab lain. Mereka menemukan risiko kematian dini adalah dua kali lipat lebih tinggi bagi mereka yang menonton televisi selama tiga jam atau lebih dalam sehari. Ketimbang dengan mereka yang menonton satu jam atau kurang.
Risiko dua kali lipat lebih tinggi ini juga terlihat setelah memperhitungkan banyak variabel lain yang terkait dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Demikian sebuah laporan yang terbit dalam Journal of American Heart Association.
Prof Martinez-Gonzalez mengatakan seiring dengan usia, perilaku menetap akan menjadi lebih umum, terutama menonton televisi, dan ini menimbulkan beban tambahan pada masalah kesehatan yang meningkat terkait dengan penuaan.
"Temuan kami menunjukkan orang dewasa dapat mempertimbangkan untuk meningkatkan aktivitas fisik mereka, menghindari periode menetap lama, dan mengurangi menonton televisi untuk tidak lebih dari satu sampai dua jam setiap hari" tambahnya.
Namun para peneliti mengatakan studi lebih lanjut diperlukan untuk menentukan mekanisme biologis yang mungkin terlibat.
(inilah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar