Rabu, 30 April 2014

Kisah Nyata Pembunuhan Taruna Kampus STIP Yang Diduga Sudah Direncanakan

Rukita Harnayanti, ibunda dari Dimas Dikita Handoko (19 tahun) yang tewas diduga akibat dianiya seniornya di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), membawa temuan baru berupa percakapan di twitter yang dilakukan salah satu tersangka. Menurut Rukita, berdasarkan percakapan di media sosial itu, kuat dugaan para pelaku sudah merencanakannya. Kasat Reskrim Jakarta Utara, AKBP Daddy Hartadi mengatakan, dari pemeriksaan sementara, para pelaku mengakui pemilik akun twitter itu adalah milih salah satu tersangka yang bernama Angga.
"Temen-temen (pelaku) bilang iya (milik Angga) yang tersangka. Tapi kita belum cek ke Angga. Didalami lagi nanti. Nanti bisa jelas saat rekonstruksi," kata Daddy di Jakarta, Selasa (29/4/2014) malam.
Daddy melanjutkan, ibu korban berpesan dan meminta polisi dapat mengusut tuntas kasus penganiayaan yang menewaskan buah hatinya itu. Terlebih saat ditemukannya dugaan perencanaan penganiayaan tersebut "Minta dijerat seberat-beratnya. Katanya ada perencanaan di situ," tambah Daddy.
Sementara itu, bukan tanpa alasan sang ibu korban menyatakan adanya dugaan perencanaan pembunuhan. Sebab, sebelum kejadian pada hari Sabtu tanggal 26 April 2014 dinihari, pada malamnya, ia mengaku telah berada di Jakarta untuk memberi kejutan pada sang buah hati. Rukita membawakan sepatu dan makanan kesukaan Dimas.
Hal itu diungkapkan tante dari Dimas, Juli Raihani. Dia mengatakan saat itu, sang ibu sudah berada di Jakarta namun belum diketahui Dimas. Dan akhirnya sang ibu menghubungi Dimas. Namun bukannya ia menerima kedatangan ibunya, Dimas justru akan bertemu para seniornya lebih dulu.
"Minta dibawain sepatu terus ibunya juga bawa rendang. Ibunya nelpon, yau dah Ibu tunggu ya di MOI (Mall of Indonesia, Kelapa Gading), Dimas jawab, iya Bu nanti Dimas ke sana. Ini mau nemuin senior dulu. Sekitar jam 09.00 malam," ungkap Juli.
Disitu, menurut Juli harusnya sudah bisa ditetapkan adanya unsur perencanaan dalam peristiwa yang menewaskan sang keponakannya itu.
Polisi hingga kini sudah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka untuk kasus ini. Mereka adalah ANG, FACH, AD, Satria, Widi, Dewa, dan Arif. Sementara peran pelaku ANG, FACH dan AD yang memukul korban Dimas hingga tewas. Sementara pelaku Satria, Widi, Dewa dan Arif turut serta menganiaya para korban.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 353 KUHP dan Pasal 351 ayat 2 KUHP tentang penganiayaan menyebabkan orang lain meninggal dunia dan diancam hukuman penjara diatas 5 tahun penjara.
Kasus kekerasan di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) ini ternyata dipicu hal sepele. Dari adegan pra-reka ulang yang dilakukan Polres Jakarta Utara di kampus STIP, mahasiswa senior mengamuk karena sejumlah mahasiswa junior tidak mengenal mereka.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Malam SCTV, Senin (28/4/2014), penguasa kampus tersebut pun tersinggung dan langsung menghajar secara membabi buta mahasiswa junior yang baru mengenyam bangku kuliah. Akibatnya 1 taruna bernama Dimas Dikita Handoko tewas, dan 6 temannya mengalami luka parah sehingga harus dirawat di rumah sakit.
Tim Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Jakarta Utara pun telah melakukan pra reka ulang di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Marunda, Jakarta Utara. Pra reka ulang ini diawali di ruang makan bersama, lokasi awal perencanaan pertemuan yang berakhir penganiayaan hingga menewaskan Dimas Dikita Handoko.
Pra reka ulang itu yang digelar terbuka itu menyita perhatian sejumlah mahasiswa STIP. Namun mereka tak lama menyaksikan peristiwa itu. Mereka enggan berkomentar. Marvin, satu dari korban penganiayaan ini turut melakukan reka ulang ini. Saat itu dirinya dan seorang rekannya dipanggil 8 seniornya di meja makan sekitar pukul 19.00 WIB. Mengenakan piyama biru, Marvin menjelaskan kejadian perencanaan yang dilakukan para seniornya.
Dalam pertemuan itu, Marvin diperintahkan mengumpulkan 14 temannya pada hari Jumat tanggal 25 April malam, di tempat kos seniornya di Semper Barat, Jakarta Utara untuk diberikan pembinaan.
"Menurut keterangan korban, dia dipanggil salah satu seniornya yang bernama Sidik, untuk mengumpulkan 14 temannya di kosan Angga," kata Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara AKBP Daddy Hartady di STIP, Marunda, Jakarta Utara, Senin (28/4/2014).
Mendapat perintah tersebut, Marvin pun mengumpulkan rekannya sebanyak permintaan sang senior. Namun, hingga pukul 20.00 WIB, Marvin hanya mampu mengajak 7 temannya kepada 7 seniornya. Hal itulah yang membuat senior marah.
"Karena banyak tidak datang, membuat siswa senior marah. Mereka menganggap Marvin dan kawan-kawan, salah satunya Dimas, tidak hormat senior. Kemarahan itu kemudian berujung pada pembinaan fisik," terang Daddy.
Di situ, Marvin, Dimas dan 5 kawannya dipukuli, ditendang, dan ditampar. Dimas tidak bisa menahan siksaan dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir akibat pendarahan di bagian belakang kepala. Diduga akibat benturan ke tembok berulang kali.
Hingga kini polisi masih terus menindaklanjuti keterangan dari Marvin, guna memastikan motif di balik pembinaan itu. "Apakah ada rencana penganiayaan sejak pertemuan awal, itu juga masih kami dalami," pungkas Daddy.
Dimas meninggal pada hari Jumat, tanggal 25 April 2014 malam setelah dianiaya. Kini jenazah Dimas telah dimakamkan keluarganya di Medan, Sumatera Utara. Hingga kini proses pemeriksaan dan pendalaman motif tengah dilakukan penyidik Reskrim Polres Jakarta Utara.
(Muhammad Ali/Rochmanuddin;liputan6.com)

1 komentar:

  1. itu tindakan kejii dan merugikan banget jadi hukuman nya setimbal bisa hukuman mati dan denda , dan dendanya di berikan ke keluarga korban.... baru adil itu ..

    BalasHapus