Ketika suasana tahun baru 2013 masih sangat terasa, di Lhokseumawe, sebuah Kota di Aceh pada hari Rabu, tanggal 2 Januari 2013 dikagetkan dengan sebuah peraturan baru dari Pemerintah Kota Lhokseumawe yang melarang perempuan untuk duduk mengangkang bila berboncengan di atas sepeda motor. Larangan ngangkang di motor bagi para wanita ini pun langsung menjadi sorotan, hingga pro dan kontra atas peraturan duduk ngangkang di motor pun bermunculan.
Sebelumnya, diberitakan bahwa Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, akan memberlakukan larangan bagi perempuan untuk duduk terbuka atau ngangkang di atas sepeda motor. Alasan Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh melarang perempuan duduk mengangkang di sepeda motor adalah karena seorang perempuan yang melakukan itu dinilai tidak sesuai dengan Syariat Islam dan adat istiadat masyarakat setempat.
Namun Pemerintah Kota Lhokseumawe akan membuat sosialisasi dulu soal pelarangan ini kepada masyarakat, sebelum diterapkan secara penuh di kota yang dulunya dikenal dengan sebutan 'petro dollar' tersebut. Walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya pada hari Rabu (2/1/2013) mengatakan bahwa Pemerintah hanya meneruskan budaya dalam masyarakat yang akan hilang.
Suaidi juga menambahkan bahwa larangan duduk ngangkang tersebut diberlakukan hanya bagi perempuan. Nantinya, penumpang yang duduk di belakang juga dilarang memakai jeans karena pakaian seperti ini dinilai tak sesuai syariat Islam.
Pendapat dan komentar pun banyak bertebaran di dunia maya. Dari masyarakat biasa, para aktivis HAM dan Perempuan, hingga tokoh-tokoh ternama di Indonesia. Sebut saja Musdah Mulia, Ahli Hukum Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurutnya, "Peraturan ini sangat tidak masuk akal dan membahayakan keselamatan perempuan, khususnya mereka yang berusia lanjut atau pun yang masih muda tetapi sedang sakit," seperti yang dilansir oleh Tribunnews.com, Jumat(4/1/2013).
Ada lagi Din Syamsuddin, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu hanya tersenyum ketika dimintai keterangannya. "Silahkan tanyakan ke pimpinan Muhammadiyah di Aceh. Mereka yang lebih tau. Itu persoalan adat istiadat sepertinya, tetapi saya enggak tau masalah larangan itu," katanya di PP Muhammadiyah, Jalan Cik Ditiro, Yogyakarta, Kamis (3/1/2013).
Sementara itu, Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) menilai, kebijakan pelarangan perempuan duduk ngangkang di sepeda motor dan akan diterapkan Pemkott Lhokseumawe untuk menjaga marwah perempuan di Aceh.
Sekjen HUDA, Teungku Faisal Ali, menilai, perempuan duduk mengangkang di atas sepeda motor dengan aurat terbuka atau tidak mengenakan pakaian muslimah, bisa meruntuhkan marwah seorang perempuan.
Sekjen HUDA, Teungku Faisal Ali, menilai, perempuan duduk mengangkang di atas sepeda motor dengan aurat terbuka atau tidak mengenakan pakaian muslimah, bisa meruntuhkan marwah seorang perempuan.
"Kebijakan ini bisa mengembalikan marwah perempuan yang ada di Aceh, kalau yang di luar Aceh tidak ada problem. Berbicara marwah sangat tergantung pada daerah," katanya, seperti dilansir Okezone, Kamis (3/1/2013).
Dalam sisi agama, perempuan tetap diperbolehkan duduk terbuka atau ngangkang di sepeda motor asal jangan sampai terbuka auratnya dan tidak menciderai marwah seorang perempuan.
"Sah-sah saja, asal aurat tetap terjaga, pakaian tetap sopan tidak menyerupai laki-laki, dan tidak menciderai marwah perempuan itu sendiri," ujar Faisal yang juga Ketua PW Nahdatul Ulama Aceh.
Dalam konteks adat istiadat, seorang perempuan yang duduk ngangkang di sepeda motor menyerupai laki-laki dinilai bisa meruntuhkan marwah perempuan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai ke Acehan.
"Ini tidak hanya identik dengan syariat Islam, tapi kalau saya lihat lebih kepada upaya untuk mengembalikan adat istiadat dan budaya Aceh yang mulai hilang," sebutnya.
Sekira 20 tahun lalu, lanjut Faisal, perempuan ngangkang di sepeda motor merupakan hal tabu dan langka di Aceh, karena duduk seperti itu dinilai bisa menjatuhkan harga diri perempuan itu sendiri. Sekarang banyak terjadi pergeseran adat istiadat sehingga identitas ke Acehan itu mulai luntur khususnya di kalangan muda-mudi.
"Pergeseran ini yang harus dikembalikan lagi. Kita berharap dengan kebijakan itu bisa mengembalikan identitas ke Acehan itu sendiri," katanya.
Faisal meminta Pemkot Lhokseumawe menyosialisasikan dulu kepada masyarakat secara luas jika memang kebijakan pelarangan perempuan ngangkang saat menumpangi sepeda motor. "Yang sangat penting adalah sosialisasikan dulu kepada masyarakat, jangan langsung kepada penindakan," ujarnya.