Aktivis Change.org, Usman Hamid menjelaskan kronologi bentrokan Sampang yang terjadi antara penganut Syiah dan Sunni di Dusun Nangkernang, Sampang, Madura, Jawa Timur, kemarin. Mantan Koordinator Komisi untuk Orang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ini menjelaskan, hasil laporan yang diterima pihaknya, peristiwa di dusun yang terletak di Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, bermula ketika sekitar 20 orang tua mengantar anak-anak mereka kembali menimba ilmu di Yayasan Pondok Pesantren Islam (YAPI), Bangil, Pasuruan, Jawa Timur.
"Mengingat liburan Lebaran kemarin, anak-anak tersebut pulang ke kampung mereka," ujar Usman di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (27/8/2012).
Pada pukul 11.00 WIB, imbuh Usman, sebelum keluar dari gerbang desa, rombongan pengantar tersebut dihadang massa sekitar 500 orang. Massa melengkapi diri dengan senjata seperti celurit, parang, serta benda tajam lainnya.
Berdasarkan keterangan salah seorang jamaah Syiah yang enggan menyebutkan namanya, Usman menjelaskan, pelaku penyerangan merupakan orang suruhan RAH. "Massa menyerang jemaah Syiah Sampang menggunakan senjata tajam."
Rombongan yang terdiri dari anak-anak dan sejumlah perempuan, masih menurut Usman, sontak berlarian menyelamatkan diri. Mereka kembali ke dalam rumah masing-masing untuk bersembunyi.
Massa kemudian meluruk sampai ke rumah-rumah jemaah Syiah dan mulai membakar sejumlah rumah milik jamaah Syiah, yaitu rumah ustaz Tajul Muluk, Muhammad Khosim alias Hamamah, dan Halimah. Korban pun berjatuhan, salah satu anggota jemaah Syiah, Muhammad Hasyim alias Hamamah (45 tahun) meninggal dunia dan satu lagi atas nama Tohir (40 tahun) kritis.
"Keduanya dianiaya ketika berniat menyelamatkan anak-anak dari rumah yang terbakar. Thohir dan Hamamah mengalami luka bacok cukup parah di bagian tubuhnya," tuturnya.
Meski penyerangan terjadi pukul 11.00 WIB, Usman mengungkapkan, hingga malam hari polisi tak melakukan pencegahan dan penyelamatan secara serius. "Saat penyerangan terjadi, sejumlah polisi memang berada di lokasi, tetapi tidak berbuat apa-apa. Mereka terlihat hanya duduk-duduk di sekitar lokasi," ujarnya.
Polisi, masih menurut Usman, baru mengevakuasi jemaah Syiah pada pukul 18.30 WIB ke Gelanggang Olahraga Sampang. Berdasarkan keterangan orang tua ustaz Tajul Muluk, tidak semua jemaah Syiah berhasil dievakuasi karena sebagian mereka masih bersembunyi dan keberadaannya belum diketahui.
"Ada yang lari ke gunung, sebagian memilih bersembunyi di tempat keluarga di luar Karanggayam. Hingga pukul 21.00 WIB ada 176 pengikut Syiah yang berhasil dievakuasi ke GOR Sampang," katanya.
Evakuasi tersebut, jelas Usman, terdiri atas 51 laki-laki, 56 perempuan, 36 anak-anak, sembilan balita (anak berusia di bawah lima tahun, dan tiga manula (manusia lanjut usia). Masih ada empat orang yang ada di RSUD Sampang. "Korban pun masih bisa bertambah mengingat belum semua jemaah Syiah diketahui keberadaanya," katanya.
Ia juga menjelaskan, penyerangan ini dilakukan saat komunitas Syiah tidak memiliki pemimpin. Hal ini karena ustaz Tajul Muluk sendiri sudah diputus dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Sampang. Selain itu, penyerangan dilakukan di depan sejumlah anak, sehingga menimbulkan trauma pada anak dan perempuan
(Op);(ANS);sumber:antara