Jepang adalah negara yang terkenal dengan istilah 'selalu belajar'. Setelah gempa bermagnitude 9 SR yang mengguncang Jepang pada tanggal 11 Maret 2011 lalu menunjukkan bahwa pertahanan yang sebelumnya telah diupayakan seperti membuat dinding laut ternyata tak cukup. Rancangan baru pun diusulkan.
Keiichiro Sako dari Sako Architechts di Tokyo telah merancang sebuah kawasan tepi pantai yang anti tsunami. Kawasan ini bisa juga dikatakan sebagai sebuah pulau buatan yang letaknya lebih tinggi dari daerah sekitarnya, dan dinamai 'Sky Village' atau Kampung Langit.
Rencananya, rancangan kawasan tersebut akan diwujudkan di kawasan Tohoku, timur laut Jepang, yang tahun 2011 lalu dihancurkan oleh gempa dan tsunami. Meskipun terdengar seperti mimpi, Sako yakin rancangannya bisa diwujudkan.
"Saya ingin menawarkan cara agar orang dapat tetap hidup dan bekerja dengan aman serta tetap nyaman tinggal dataran rendah, ini alasannya saya memulai proyek ini," kata Sako.
Akibat gempa tahun lalu, pemerintah Jepang berencana untuk mengajak warga meninggalkan desa-desa yang diterjang tsunami serta merelokasi warga ke area yang lebih tinggi, lebih jauh dari pantai. Tetapi menurut Sako, rencana pemerintah Jepang kurang tepat. Menurutnya, rencana pembangunan Sky Village lebih tepat karena tidak mengharuskan warga meninggalkan daerah asal dan cara hidup sebelumnya.
"Bagaimana anda hidup aman di dataran rendah? Pilihannya hanya membangun bangunan buatan yang tinggi," ungkap Sako seperti dikutip China.org.cn.
"Sekarang, jika anda membuatnya, dan berbentuk kotak, mungkin akan langsung dihantam oleh tsunami. Jadi saya pikir yang harus dilakukan adalah membangun struktur bentuk lingkaran dengan fondasi baja," tambah Sako.
Rancangan berbentuk lingkaran atau oval sangat penting. Karena jika bangunan berbentuk kotak, maka air dari gelombang tsunami akan langsung menghantam dan sulit untuk mengalir ke arah lainnya. Jika bangunan berbentuk oval, maka air akan mengalir ke samping.
Rancangan berbentuk lingkaran atau oval sangat penting. Karena jika bangunan berbentuk kotak, maka air dari gelombang tsunami akan langsung menghantam dan sulit untuk mengalir ke arah lainnya. Jika bangunan berbentuk oval, maka air akan mengalir ke samping.
Sako merancang bangunan sebaik mungkin sehingga anti-tsunami. Saat tsunami, gerbang bangunan tertutup sehingga air tak bisa masuk. Listrik disuplai dengan energi terbaru agar tetap bisa beroperasi. Ada pula cadangan baterai lithium.
Sky Village memiliki kluster-kluster. Terdapat kluster untuk sekolah, hunian, dan perikanan. Ada pula tempat yang untuk membantu aktivitas perikanan sehingga mendukung aktivitas warga sebagai nelayan. Dana pembangunan Sky Village tentunya sangat besar. Yasuaki Onoda dari Departemen Arsitektur dan Ilmu Bangunan di Tohoku University memperkirakan bahwa biayanya bisa mencapai triliunan rupiah per 'pulau'.
Untuk mengatasi tantangan biaya, Sako mengatakan bahwa akan mendaur ulang material bangunan yang dihancurkan tsunami tahun lalu. Ia percaya, bangunan tak cuma akan membantu para penduduk, tapi juga menjadi tujuan wisata.
Memang, seperti pada masa-masa setelah kekalahan Jepang di Perang Dunia II, kali ini Jepang menunjukkan kembali bahwa mereka adalah negara yang selalu belajar dan bisa bangkit dari keterpurukan. Ide rancangan Sky Village ini sangatlah menarik dan semoga saja bisa terealisasi dan benar-benar bisa mengatasi masalah pertahanan daerah dari bencana gempa dan tsunami di Jepang.
Jepang emang hebat!
Kalo soal teknologi dan ide2 unik, Jepang gak perlu diragukan lagi deh..