Berbagai jenis air minum dalam kemasan kini marak menyerbu pasaran dengan klaim lebih baik daripada air minum biasa. Ada air kemasan yang difortifikasi dengan vitamin, minuman isotonik, minuman berenergi, hingga minuman beroksigen atau minuman heksagonal. Orang-orang yang mengonsumsi minuman tersebut juga mengaku merasa lebih bugar, tidak mudah lelah dan lebih berkonsentrasi.
Menanggapi tren minuman berfortifikasi tersebut, dr.Parlindungan Siregar, Sp.PD-KGH, dari Divisi Ginjal Hipertensi FKUI/RSCM menilai sebenarnya air putih yang kita konsumsi sehari-hari sudah cukup untuk menggantikan cairan yang keluar bersama keringat dan urin. "Manfaat air minum yang ditambahi itu sebenarnya belum terbukti secara ilmiah. Mungkin bukannya sehat malah berbahaya jika dikonsumsi secara sembarangan," kata dr.Parlin.
Air beroksigen misalnya, menurutnya oksigen tidak bisa diserap di usus. "Manusia memperoleh oksigen melalui paru, bukan melalui insang seperti ikan, sehingga minuman beroksigen tidak akan memengaruhi kadar oksigen dalam darah manusia," katanya. Pada dasarnya semua air minum mengandung oksigen terlarut, tetapi besar kecilnya tergantung suhu air, total padatan dan sumber air. Air yang berasal dari pegunungan yang dingin mengandung oksigen lebih banyak sehingga terasa lebih segar saat diminum.
Sebuah penelitian terhadap salah satu merk air minum beroksigen juga memperlihatkan, setelah dibuka selama 3 hari, kandungan oksigen yang semula 120 ppm turun menjadi 80 ppm. Itu berarti air beroksigen atau air heksagonal pun akhirnya berubah menjadi air minum biasa. "Kestabilan kadar oksigen dalam air sangat rendan dan faktor temperatur memegang penting. Makin tinggi suhunya, besar kemungkinan oksigen dalam air berkurang," kata dr.Samuel Oetoro Sp.GK, seperti dikutip tabloid Gaya Hidup Sehat edisi 603 tahun 2011.
Sementara itu untuk minuman isotonik sebenarnya tidak boleh dikonsumsi sembarangan karena isotonik pada dasarnya mengandung garam. Apabila berlebihan, kadar garam dalam tubuh akan menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi.
Minuman-minuman dalam kemasan juga kebanyakan mengandung kalori tinggi sehingga bisa menyebabkan kegemukan. Karena itu lebih disarankan untuk mengonsumsi air putih biasa saat kita sedang haus. "Begitu haus sebaiknya langsung minum karena rasa haus merupakan sinyal dari tubuh kalau kita sudah mulai dehidrasi ringan. Jika diabaikan hal ini bisa mengganggu kemampuan kognitif sehingga kita bisa kehilangan konsentrasi atau mengantuk," tutur dr.Saptawati Bondowoso, Sp.GK.
penulis:AN;editor: Lusia Kus Anna;foto:shutterstock
Air beroksigen misalnya, menurutnya oksigen tidak bisa diserap di usus. "Manusia memperoleh oksigen melalui paru, bukan melalui insang seperti ikan, sehingga minuman beroksigen tidak akan memengaruhi kadar oksigen dalam darah manusia," katanya. Pada dasarnya semua air minum mengandung oksigen terlarut, tetapi besar kecilnya tergantung suhu air, total padatan dan sumber air. Air yang berasal dari pegunungan yang dingin mengandung oksigen lebih banyak sehingga terasa lebih segar saat diminum.
Sebuah penelitian terhadap salah satu merk air minum beroksigen juga memperlihatkan, setelah dibuka selama 3 hari, kandungan oksigen yang semula 120 ppm turun menjadi 80 ppm. Itu berarti air beroksigen atau air heksagonal pun akhirnya berubah menjadi air minum biasa. "Kestabilan kadar oksigen dalam air sangat rendan dan faktor temperatur memegang penting. Makin tinggi suhunya, besar kemungkinan oksigen dalam air berkurang," kata dr.Samuel Oetoro Sp.GK, seperti dikutip tabloid Gaya Hidup Sehat edisi 603 tahun 2011.
Sementara itu untuk minuman isotonik sebenarnya tidak boleh dikonsumsi sembarangan karena isotonik pada dasarnya mengandung garam. Apabila berlebihan, kadar garam dalam tubuh akan menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi.
Minuman-minuman dalam kemasan juga kebanyakan mengandung kalori tinggi sehingga bisa menyebabkan kegemukan. Karena itu lebih disarankan untuk mengonsumsi air putih biasa saat kita sedang haus. "Begitu haus sebaiknya langsung minum karena rasa haus merupakan sinyal dari tubuh kalau kita sudah mulai dehidrasi ringan. Jika diabaikan hal ini bisa mengganggu kemampuan kognitif sehingga kita bisa kehilangan konsentrasi atau mengantuk," tutur dr.Saptawati Bondowoso, Sp.GK.
penulis:AN;editor: Lusia Kus Anna;foto:shutterstock