Gayus Tambunan akhirnya mendapatkan vonis hukuman 7 tahun penjara. Pantaskah? Seperti dikutip dari kompas, majelis hakim memvonis terdakwa bernama lengkap Gayus Halomoan Tambunan, mantan pegawai pajak, dengan hukuman tujuh tahun penjara. Majelis hakim menilai Gayus terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
Selain memvonis tujuh tahun penjara, majelis juga memvonis Gayus membayar denda sebesar Rp 300 juta. "Apabila denda tidak dibayar diganti tiga bulan kurungan," ucap Albertina Ho, ketua majelis hakim, saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/1/2011). Albertina didampingi dua hakim anggota yakni Tahsin dan Sunardi.
Putusan itu jauh lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum yakni hukuman penjara selama 20 tahun ditambah denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan penjara. Menurut hakim, Gayus terbukti melakukan korupsi saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (PT SAT). Sebagai pelaksana di Direktorat Keberatan dan Banding Ditjen Pajak, Gayus tidak teliti, tidak tepat, tidak cermat, serta tidak menyeluruh sebelum mengusulkan menerima keberatan pajak. Selain itu, hakim menilai Gayus telah menyalahgunakan wewenang.
Akibat diterimanya keberatan pajak itu, hakim menilai negara dirugikan sebesar Rp 570 juta. Terkait kasus itu, hakim menjerat Gayus Pasal 3 Jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Terkait perkara kedua, menurut hakim, Gayus terbukti menyuap penyidik Bareskrim Polri sekitar 760.000 dollar AS melalui Haposan Hutagalung selama proses penyidikan tahun 2009. Suap itu agar dirinya tidak ditahan, rumahnya di kawasan Kepala Gading, Jakarta Utara, tidak disita, uangnya di rekening di Bank Mandiri tidak diblokir, serta agar diperbolehkan diperiksa di luar Gedung Bareskrim Polri.
Dalam pertimbangan, hakim menilai pencabutan keterangan di berita acara pemeriksaan saksi-saksi terkait suap itu tidak beralasan hukum. Terkait kasus itu, majelis menjerat Gayus dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor. Dalam perkara tiga, menurut hakim, Gayus terbukti memberikan janji uang sebesar 40.000 dollar AS kepada Muhtadi Asnun, ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara di Pengadilan Negeri Tangerang. Dari uang itu, sebesar 10.000 dollar AS akan diserahkan kepada dua hakim anggota. "Uang itu untuk memengaruhi putusan," ucap Albertina. Terkait perkara itu, hakim menjerat Gayus dengan Pasal 6 Ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.
Dalam perkara keempat, menurut hakim, Gayus terbukti memberikan keterangan palsu terkait asal usul hartanya senilai Rp 28 miliar di rekening yang diblokir penyidik. Uang itu diklaim hasil pengadaan tanah di daerah Jakarta Utara, antara Gayus dan Andy Kosasih. Menurut hakim, uang Rp 28 miliar itu patut diduga hasil dari tindak pidana korupsi selama berkerja di Direktorat Jenderal Pajak. Terkait perkara itu, hakim menjerat Pasal 22 Jo 28 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.
Sementara itu, terdakwa Gayus Halomoan Tambunan mengeluarkan pernyataan yang diperkirakan akan menimbulkan polemik baru. Gayus menyerang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, terutama sekretarisnya, Denny Indrayana. Gayus mengatakan, ia pergi ke Singapura pada 24 Maret 2010 atas suruhan Denny setelah pertemuan ketiga di Kantor Satgas. "Saya disuruh Denny Indrayana agar saya dan Andi Kosasih tidak dijadikan korban," ujar Gayus seusai mendengarkan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/1/2011).
Dikatakan Gayus, saat itu Denny mengatakan akan menjemputnya ke Singapura dan membawa kembali ke Indonesia setelah Haposan Hutagalung ditangkap terkait dengan rekayasa kasus. Menurut Gayus, sebenarnya ia tidak ingin mengungkap hal itu. Namun, kata dia, perbuatan Denny, Mas Achmad Santosa, serta Yunus Husein telah menyudutkannya. "Mereka justru perkeruh suasana dan menyudutkan saya seolah-seolah saya penjahat nomor satu," kata Gayus
Dilain pihak, Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum membantah tudingan terpidana kasus korupsi pajak Gayus HP Tambunan bahwa Satgas merekayasa penjemputannya di Singapura. Anggota Satgas Mas Achmad Santosa, akrab disapa Ota, menegaskan, kepergian Satgas ke Singapura atas hasil rapat pleno Satgas.
Satgas, lanjutnya, menerima undangan dari Badan Reserse Kriminal Mabes Polri ke Singapura. "Itu tidak mungkin. Kami diundang Pak Ito (Kepala Bareskrim Mabes Polri). Apanya yang direkayasa? Lihat mata saya! Apa yang direkayasa?" tegas Ota kepada para wartawan di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/1/2011).
Diterangkan Ota, beberapa orang yang turut pergi ke Singapura antara lain, Komjen Ito Sumardi, Brigjen Pol Tito Karnavian, Kombes M Iriawan, dan lainnya. Ditambahkan Ota, terkait penjemputannya Gayus di Singapura, proses berlangsung transparan. "Semua minutes, notulensi, ada semua. Sudah diserahkan ke Kepolisian dan pengadilan," sambung Ota.
Ia tetap meyakinkan bahwa proses penjemputan tersebut atas dasar kebetulan. Ketika anggota Satgas tengah makan di restoran padang di Orchad Road, mereka bertemu dengan Gayus yang juga tengah mencari makan masakan khas Indonesia. Bantah membantah dalam kasus ini semakin membingungkan publik.
editor:Opung;foto:Dany Permana
Putusan itu jauh lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum yakni hukuman penjara selama 20 tahun ditambah denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan penjara. Menurut hakim, Gayus terbukti melakukan korupsi saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (PT SAT). Sebagai pelaksana di Direktorat Keberatan dan Banding Ditjen Pajak, Gayus tidak teliti, tidak tepat, tidak cermat, serta tidak menyeluruh sebelum mengusulkan menerima keberatan pajak. Selain itu, hakim menilai Gayus telah menyalahgunakan wewenang.
Akibat diterimanya keberatan pajak itu, hakim menilai negara dirugikan sebesar Rp 570 juta. Terkait kasus itu, hakim menjerat Gayus Pasal 3 Jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Terkait perkara kedua, menurut hakim, Gayus terbukti menyuap penyidik Bareskrim Polri sekitar 760.000 dollar AS melalui Haposan Hutagalung selama proses penyidikan tahun 2009. Suap itu agar dirinya tidak ditahan, rumahnya di kawasan Kepala Gading, Jakarta Utara, tidak disita, uangnya di rekening di Bank Mandiri tidak diblokir, serta agar diperbolehkan diperiksa di luar Gedung Bareskrim Polri.
Dalam pertimbangan, hakim menilai pencabutan keterangan di berita acara pemeriksaan saksi-saksi terkait suap itu tidak beralasan hukum. Terkait kasus itu, majelis menjerat Gayus dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor. Dalam perkara tiga, menurut hakim, Gayus terbukti memberikan janji uang sebesar 40.000 dollar AS kepada Muhtadi Asnun, ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara di Pengadilan Negeri Tangerang. Dari uang itu, sebesar 10.000 dollar AS akan diserahkan kepada dua hakim anggota. "Uang itu untuk memengaruhi putusan," ucap Albertina. Terkait perkara itu, hakim menjerat Gayus dengan Pasal 6 Ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.
Dalam perkara keempat, menurut hakim, Gayus terbukti memberikan keterangan palsu terkait asal usul hartanya senilai Rp 28 miliar di rekening yang diblokir penyidik. Uang itu diklaim hasil pengadaan tanah di daerah Jakarta Utara, antara Gayus dan Andy Kosasih. Menurut hakim, uang Rp 28 miliar itu patut diduga hasil dari tindak pidana korupsi selama berkerja di Direktorat Jenderal Pajak. Terkait perkara itu, hakim menjerat Pasal 22 Jo 28 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.
Sementara itu, terdakwa Gayus Halomoan Tambunan mengeluarkan pernyataan yang diperkirakan akan menimbulkan polemik baru. Gayus menyerang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, terutama sekretarisnya, Denny Indrayana. Gayus mengatakan, ia pergi ke Singapura pada 24 Maret 2010 atas suruhan Denny setelah pertemuan ketiga di Kantor Satgas. "Saya disuruh Denny Indrayana agar saya dan Andi Kosasih tidak dijadikan korban," ujar Gayus seusai mendengarkan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/1/2011).
Dikatakan Gayus, saat itu Denny mengatakan akan menjemputnya ke Singapura dan membawa kembali ke Indonesia setelah Haposan Hutagalung ditangkap terkait dengan rekayasa kasus. Menurut Gayus, sebenarnya ia tidak ingin mengungkap hal itu. Namun, kata dia, perbuatan Denny, Mas Achmad Santosa, serta Yunus Husein telah menyudutkannya. "Mereka justru perkeruh suasana dan menyudutkan saya seolah-seolah saya penjahat nomor satu," kata Gayus
Dilain pihak, Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum membantah tudingan terpidana kasus korupsi pajak Gayus HP Tambunan bahwa Satgas merekayasa penjemputannya di Singapura. Anggota Satgas Mas Achmad Santosa, akrab disapa Ota, menegaskan, kepergian Satgas ke Singapura atas hasil rapat pleno Satgas.
Satgas, lanjutnya, menerima undangan dari Badan Reserse Kriminal Mabes Polri ke Singapura. "Itu tidak mungkin. Kami diundang Pak Ito (Kepala Bareskrim Mabes Polri). Apanya yang direkayasa? Lihat mata saya! Apa yang direkayasa?" tegas Ota kepada para wartawan di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/1/2011).
Diterangkan Ota, beberapa orang yang turut pergi ke Singapura antara lain, Komjen Ito Sumardi, Brigjen Pol Tito Karnavian, Kombes M Iriawan, dan lainnya. Ditambahkan Ota, terkait penjemputannya Gayus di Singapura, proses berlangsung transparan. "Semua minutes, notulensi, ada semua. Sudah diserahkan ke Kepolisian dan pengadilan," sambung Ota.
Ia tetap meyakinkan bahwa proses penjemputan tersebut atas dasar kebetulan. Ketika anggota Satgas tengah makan di restoran padang di Orchad Road, mereka bertemu dengan Gayus yang juga tengah mencari makan masakan khas Indonesia. Bantah membantah dalam kasus ini semakin membingungkan publik.
editor:Opung;foto:Dany Permana