Wow! Ternyata pohon baobab atau asem buto bisa mencapai 700 tahun. Sejarah pohon raksasa the african baobab atau pohon "asem buto" di Indonesia belum diketahui pasti. Hal tersebut terutama pada pertanyaan, kapankah kali pertama bibit baobab ditanam di Indonesia. Berdasarkan survei Trubus di wilayah Jawa Barat, terdapat puluhan pohon baobab yang berusia sekitar 160 tahun.
Ada pula pohon baobab atau asem buto yang diduga berusia lebih tua, sekitar 700 tahun, yang ditanam oleh penduduk setempat. Bibit pohon ini diduga dibawa oleh pedagang-pedagang dari Timur Tengah yang menyebarkan bibit pohon tersebut, sejalan dengan penyebaran ajaran Islam di Tanah Air.
Sejauh ini, tidak banyak masyarakat yang mengetahui manfaat dan kegunaan dari pohon yang mendapat julukan "asem buto" itu karena ukuran batangnya yang bisa sangat besar dan tinggi tersebut. Tidak jarang, penduduk menebang dan menggunakannya sebatas sebagai kayu bakar.
Direktur PT Rajawali Nusantara Indonesia Lestiono mengakui, dia tidak mengetahui manfaat besar dari puluhan pohon baobab yang berada di dalam area perusahaannya itu. Oleh sebab itu, pohon tersebut selama ini hampir tidak pernah dimanfaatkan secara optimal. "Saya sebelumnya tidak tahu kalau pohon tersebut memiliki manfaat bagi kesehatan," ujar Lestiono, beberapa waktu lalu.
Hal senada diungkapkan Direktur Utama PT SHS Edi Budiono. Sebagai perusahaan yang menggeluti pembibitan tanaman pertanian, Edi mengaku tergelitik untuk meneliti kemungkinan menciptakan bibit padi varietas unggul yang memiliki kandungan nutrisi lengkap seperti yang terdapat dalam baobab. "Saya saat ini membayangkan, bagaimana khasiat yang ada di pohon african baobab itu bisa ada dalam tanaman padi," ujarnya.
Baik Lestiono maupun Edi mendukung penuh upaya Universitas Indonesia untuk mengonservasi pohon baobab dan melakukan penelitian terhadap pohon tersebut. "Ketika rektor meminta pohon tersebut untuk penelitian, saya menyetujuinya. Tujuan pemindahan pohon tersebut untuk penelitian dan konservasi sehingga saya menyetujuinya," ujarnya.
(dra/dari berbagai sumber);editor: Hertanto Soebijoto;sumber:warta kota;foto shutterstock
Sejauh ini, tidak banyak masyarakat yang mengetahui manfaat dan kegunaan dari pohon yang mendapat julukan "asem buto" itu karena ukuran batangnya yang bisa sangat besar dan tinggi tersebut. Tidak jarang, penduduk menebang dan menggunakannya sebatas sebagai kayu bakar.
Direktur PT Rajawali Nusantara Indonesia Lestiono mengakui, dia tidak mengetahui manfaat besar dari puluhan pohon baobab yang berada di dalam area perusahaannya itu. Oleh sebab itu, pohon tersebut selama ini hampir tidak pernah dimanfaatkan secara optimal. "Saya sebelumnya tidak tahu kalau pohon tersebut memiliki manfaat bagi kesehatan," ujar Lestiono, beberapa waktu lalu.
Hal senada diungkapkan Direktur Utama PT SHS Edi Budiono. Sebagai perusahaan yang menggeluti pembibitan tanaman pertanian, Edi mengaku tergelitik untuk meneliti kemungkinan menciptakan bibit padi varietas unggul yang memiliki kandungan nutrisi lengkap seperti yang terdapat dalam baobab. "Saya saat ini membayangkan, bagaimana khasiat yang ada di pohon african baobab itu bisa ada dalam tanaman padi," ujarnya.
Baik Lestiono maupun Edi mendukung penuh upaya Universitas Indonesia untuk mengonservasi pohon baobab dan melakukan penelitian terhadap pohon tersebut. "Ketika rektor meminta pohon tersebut untuk penelitian, saya menyetujuinya. Tujuan pemindahan pohon tersebut untuk penelitian dan konservasi sehingga saya menyetujuinya," ujarnya.
(dra/dari berbagai sumber);editor: Hertanto Soebijoto;sumber:warta kota;foto shutterstock