Pernah melihat seekor buaya lepas dari kandangnya? Tentunya sangat mengerikan dan membuat takut bagi yang melihatnya. Di Bandung ada kisah seekor buaya yang lepas dari kandangnya dan menaiki atap rumah tetangga pemiliknya. Buaya muara berusia lima belas tahun yang berasal dari Papua dan diberi nama Koko atau Koing lepas dari sangkarnya dan merayap ke atap rumah seorang tetangga di Jalan Lobak RT 02 RW 09 Kelurahan Malabar, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, Jumat (15/10/2010) pukul 16.00. Selama hampir satu jam buaya tersebut nongkrong di atap dengan posisi seperti sedang berjemur.
Tingkah laku buaya yang santai tersebut malah membuat panik warga. Buaya dengan panjang dua meter dan berat sekitar 100 kilogram ini memiliki warna batik coklat di bagian punggungnya. Ekornya yang memiliki sirip-sirip di bagian belakang seperti memperlihatkan keperkasaannya.
Yang menemukan buaya lepas tersebut kali pertama adalah Aditya Al Faridzi (9) dan Rifqi Wirasena Sayog (10) saat bermain di halaman rumah di Jalan Lobak No 5 tersebut. Kedua bocah ini sempat bercakap-cakap ketika melihat benda aneh di atas atap. Aditya bertanya kepada Rifqi apakah Rifqi mempunyai seekor buaya. Rifqi menganggukkan kepalanya saat menjawab pertanyaan temannya itu sekenanya. Ia melanjutkan kembali bermain mainan pesawat mereka.Pada saat Adit menunjuk ke atas atap dan bertanya lagi kepada Rifqi, "Apakah itu buaya kamu?" Rifqi menoleh sebentar ke arah benda yang dimaksud, lalu kembali menjawab sekenanya, "Bukan, itu patung." Lalu Adit kembali mempertegas pertanyaannya kepada Rifqi kenapa patung itu bergerak. Dua bocah ini pun naik ke atap sebuah mobil untuk memastikan bahwa yang mereka lihat adalah buaya betulan. "Sebelum memberi tahu kepada ayah dan ibu, kami naik ke atap mobil untuk memastikan penglihatan kami," ujar Rifqi.
Dengan teliti Rifqi lalu mengamati dan ia baru tersadar bahwa itu adalah buaya peliharaan keluarganya. "Wah, buaya lepas," teriak Rifqi sambil berlari ke dalam rumah memberi tahu ibu, kakak, dan ayahnya. Mendengar teriakan dua bocah itu, pemilik buaya dan tetangga langsung berhamburan keluar dan memastikan bahwa yang berada di atas atap itu adalah buaya. Belakangan diketahui bahwa buaya seberat 100 kilogram dengan panjang dua meter tersebut milik seorang anggota DPRD Provinsi Jabar, Yoga Santosa, dari Fraksi Golkar.
"Saya hendak istirahat sore tadi karena baru pulang kunjungan kerja ke luar kota. Baru mau tidur saya mendengar teriakan anak saya," ujar Yoga. Tanpa berpikir panjang, Yoga langsung keluar dari kamarnya dan melihat situasi di luar rumahnya. "Tetangga saya keluar semua. Mereka ketakutan melihat buaya naik ke atap," katanya.
Tanpa berpikir panjang, Yoga meminta anak sulungnya dibantu dua kerabat untuk menangkap buaya tersebut dan memasukkannya kembali ke dalam kandang. Baru beberapa langkah Yoga dan anaknya menjulurkan kayu yang diberi pengait, Koing, nama buaya itu, sudah membuka mulutnya lebar-lebar. Yoga dan anaknya mundur beberapa langkah karena kaget.
Setelah berhasil mengaitkan tali ke mulut buaya, Yoga menarik gagang kayu kuat-kuat. Namun, Koing memberikan perlawanan. Alhasil, Yoga kewalahan dan hampir tertarik jatuh ke atap. Setelah anak dan dua kerabatnya membantu, Koing bisa ditarik ke pintu. Di pintu, Koing tidak menyerah. Ia kembali membuka mulutnya lebar-lebar sambil menahan badannya dengan kedua kaki depannya. Terjadi tarik-menarik antara Koing dan empat pria dewasa.
Menjelang pukul 17.00 WIB, Koing dapat dilumpuhkan dan mendekam kembali di sarangnya. Namun, akibat pergulatannya dengan anggota dewan, bagian mulut Koing yang memperlihatkan gigi yang begitu tajam terlihat berdarah. Empat pria dewasa itu terlihat mengeluarkan keringat yang banyak hingga membasahi tubuh mereka. Namun, tidak ada yang terluka akibat kejadian ini. Koing kabur dengan menjebol dua terali besi yang melindungi sangkarnya. Dua terali itu terletak di bagian atas dan pagar yang mengelilingi lantai atas rumah Yoga.
Sebagai informasi, buaya muara merupakan salah binatang yang dilindungi seperti tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP 8 tahun 1999. Baik penangkapan maupun pemanfaatan bagian-bagiannya dapat dikenai ancaman pidana maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.